Namun, tidak semua hewan memiliki preferensi musik yang sama. Kucing, misalnya, ternyata lebih responsive terhadap musik yang dirancang khusus untuk mereka. Peneliti dari Universitas Wisconsin-Madison menemukan bahwa musik yang dikomposisi dengan elemen yang meniru suara dan pola komunikasi kucing bisa menarik perhatian sesama kucing. Kucing yang menikmati musik ini cenderung nampak lebih relaks dan mampu beristirahat lebih lama, serta mengalami penurunan tingkat kecemasan. Namun, perlu diingat bahwa jika kucing menunjukkan tanda-tanda stres seperti bersembunyi atau terengah-engah, jenis musik yang diputar mungkin tidak cocok untuknya.
Variabel lain yang juga mempengaruhi efek musik pada hewan adalah tempo dan volume. Penelitian menunjukkan bahwa tempo lambat dapat memberikan hasil positif; misalnya, sapi perah yang mendengarkan musik dengan melodi menenangkan cenderung menghasilkan lebih banyak susu. Dalam hal babi, musik dengan volume sedang bisa menstimulasi ketertarikan, walaupun irama yang cepat dapat memicu kecemasan. Bagi burung, musik dengan nada rendah dan konsisten tidak hanya mengurangi respon ketakutan, tetapi juga dapat meningkatkan pola makan mereka.
Di kebun binatang, musik dengan volume sedang berfungsi sebagai alat pengalih perhatian yang efektif dari kebisingan pengunjung. Namun, perlu dicatat bahwa, sama seperti manusia, hewan juga bisa merasa bosan jika mendengarkan musik yang sama berulang kali. Studi dari Universitas Sydney menunjukkan bahwa hewan bereaksi lebih positif terhadap musik dengan nada rendah dan tempo lambat, yang seringkali berhubungan dengan genre klasik. Sebaliknya, tingkat volume yang tinggi cenderung meningkatkan rasa kecemasan pada hewan, karena lonjakan suara dapat mengganggu komunikasi dan isyarat penting yang mereka terima dari lingkungan sekitar atau pemiliknya.