Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa utang pemerintah Indonesia mengalami peningkatan sebesar Rp 91,85 triliun menjadi Rp 8.444,87 triliun pada Juni 2024. Data ini disampaikan dalam dokumen APBN KiTa Edisi Juli 2024, di mana posisi utang tersebut ternyata mencapai 39,13% dari produk domestik bruto (PDB).
Kenaikan jumlah utang ini mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengelola utang ke depan. Pasalnya, utang tersebut berpotensi mencapai angka Rp 9.000 triliun karena pembayaran pokok dan bunga utang yang signifikan, serta adanya potensi penarikan utang baru pada tahun ini.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memperkirakan bahwa pertumbuhan utang pada periode Juli hingga Desember atau dua tahun terakhir, berada di kisaran 4% hingga 8%. Berdasarkan asumsi tersebut, total utang pemerintah diperkirakan akan mencapai kisaran Rp 8.700 hingga Rp 9.000 triliun pada akhir tahun 2024.
Pertumbuhan utang ini diperkirakan akan mencapai 5% jika dibandingkan dengan rasio utang dan asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2024. Yusuf memproyeksikan bahwa rasio utang pemerintah akan mencapai 39% hingga 40% terhadap PDB.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah dihadapkan pada tugas yang semakin berat, terutama dalam mengembalikan rasio utang ke level yang lebih rendah atau setidaknya sama seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan dorongan pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau pengurangan proporsi penarikan utang baru.