“Formula upah minimum sudah tidak relevan. Harus ada revisi menyeluruh yang berbasis pada kebutuhan nyata masyarakat,” tambah Dedi.
Pengusaha Minta Pertimbangan Produktivitas
Sementara itu, kalangan pengusaha berharap agar kebijakan upah tetap mempertimbangkan kondisi produktivitas dan kemampuan dunia usaha pasca-pandemi. Mereka khawatir kenaikan upah yang terlalu tinggi justru berdampak negatif pada serapan tenaga kerja.
“Kenaikan upah harus realistis. Kalau tidak, perusahaan bisa gulung tikar atau memilih otomatisasi tenaga kerja,” kata Indah Lestari, Wakil Ketua Apindo.
Minimnya Dialog Sosial yang Konstruktif
Salah satu masalah utama dalam penetapan upah adalah minimnya dialog sosial yang substansial antara pemerintah, buruh, dan pengusaha. Serikat buruh sering merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, sementara pemerintah dianggap hanya menjadi penengah simbolik.
“Jika suara buruh tak dianggap, maka akan muncul gelombang penolakan dan mogok nasional. Ini bukan ancaman, tapi konsekuensi dari ketidakadilan,” ujar Dedi.
Perlu Reformulasi Kebijakan yang Adil dan Adaptif
Pakar ketenagakerjaan menyarankan agar pemerintah merumuskan ulang kebijakan pengupahan dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Skema penyesuaian bisa dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan biaya hidup antarwilayah, sektor industri, dan produktivitas riil tenaga kerja.