Kedua, dengan FFR yang tetap tinggi, indeks dolar AS (DXY) juga menguat. Bahkan, nilai DXY mencapai 102,18. Akibatnya, sebagian besar mata uang mengalami depresiasi, termasuk rupiah. "Indeks Indonesia mencapai 95,22, dan banyak negara Amerika Latin mengalami penurunan yang lebih signifikan," tambahnya.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia berupaya untuk tidak terjerat dalam stigma 'emerging yang rentan' atau negara berkembang yang lemah. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat komunikasi dan menjaga kebijakan fiskal serta moneter guna memelihara kestabilan ekonomi makro Indonesia.
Terakhir, pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah merilis SRBI. Sri Mulyani menilai bahwa instrumen ini dapat menarik masuknya modal asing karena imbal hasil dari SBN masih tetap relatif stabil.
"Kita dan BI akan berfokus pada pengelolaan stabilitas harga nilai tukar dan imbal hasil dari SBN," tegas Sri Mulyani. "Ketiga faktor ini sama-sama penting dan kita terus berupaya untuk menjaga ketiganya agar tetap stabil, mengingat bahwa lingkungan ekonomi memiliki dinamika dan tekanan yang tak terduga namun perlu dikelola dengan baik," jelasnya.