Ketakutan produsen pasca isu beras oplosan juga menjadi penyebab signifikan. Banyak penggilingan menghentikan produksi, bahkan lebih dari 40% diantaranya tutup sementara. Ritel pun terpaksa menarik stok yang ada. Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) gabah/beras juga dinilai tidak realistis oleh pengamat. Hal ini membuat penggilingan enggan membeli gabah dari petani. Bahkan, kendala administrasi menghambat Bulog dalam memasok beras SPHP ke ritel modern.
Kondisi stok di ritel modern masih menipis. Pasokan dari produsen masih sangat lambat dan belum stabil. Meskipun di pasar tradisional stok diklaim lebih aman oleh Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), harga beras tetap tinggi. Beberapa pedagang bahkan sempat kesulitan atau berhenti jualan karena pasokan yang tidak menentu.
Masa Depan Beras di Tangan Kita
Kelangkaan dan kenaikan harga beras adalah masalah fundamental. Ini berdampak luas pada kehidupan sehari-hari masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional. Krisis pangan ini membutuhkan respons cepat dan terkoordinasi.
Solusi berupa intervensi Bulog dengan beras SPHP sangat krusial. Program bansos serta peninjauan ulang regulasi juga penting untuk menstabilkan pasar. Kita perlu mengamankan ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Diperlukan upaya kolektif dari semua pihak terkait. Pemerintah, produsen, distributor, dan ritel harus bekerja sama. Tujuannya adalah memastikan ketersediaan beras yang stabil dan harga yang wajar bagi setiap lapisan masyarakat. Mari kita jaga ketersediaan pangan sebagai fondasi ketahanan nasional.