Menurut Julfi, mayoritas proyek panas bumi menghadapi kendala besar di tahap eksplorasi. Sekitar 80 persen proyek terhenti karena tarif listrik yang belum sebanding dengan risiko dan biaya eksplorasi yang tinggi. Oleh karena itu, pelaku industri tengah meninjau ulang risiko-risiko ini agar dapat dikelola lebih baik ke depannya.
Selain itu, tingginya biaya investasi menjadi tantangan lain. Untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 1 GW, dibutuhkan modal sekitar 2,7 miliar dollar AS. Julfi mengingatkan bahwa penurunan biaya ini sangat penting agar energi panas bumi bisa bersaing dan menarik minat investor.
Faktor insentif fiskal juga menjadi kunci dalam pengembangan panas bumi. Industri ini sangat bergantung pada dukungan insentif dan keringanan bunga pinjaman agar proyek dapat berjalan lancar. “Insentif adalah elemen vital karena model bisnis panas bumi sangat terkait dengan risiko dan investasi besar,” jelasnya.