Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menekankan pentingnya hilirisasi industri dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hilirisasi, atau pengolahan lebih lanjut produk dari industri primer, dianggap sebagai kunci utama untuk meningkatkan nilai tambah dalam perekonomian dan menciptakan lapangan kerja baru. Muncul pertanyaan besar di kalangan masyarakat mengenai efektivitas upaya hilirisasi yang ditekankan oleh Jokowi, apakah benar setelah proses hilirisasi nilai ekspor Indonesia naik dan lapangan kerja bertambah?
Sejak awal pemerintahannya, kinerja Jokowi semakin gencar dalam mendorong hilirisasi di berbagai sektor industri, seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, dan manufaktur. Langkah ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor bahan mentah serta menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun, dalam prakteknya, dampak dari kebijakan hilirisasi ini masih dalam tahap evaluasi dan perdebatan.
Salah satu sektor yang menjadi fokus dalam program hilirisasi industri Jokowi adalah sektor pertanian. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai ekspor produk pertanian yang telah mengalami proses hilirisasi, seperti kakao, kopi, dan karet. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas tersebut mengalami kenaikan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun begitu, masih perlu diingat bahwa kenaikan nilai ekspor belum tentu secara langsung mengindikasikan manfaat bagi seluruh rantai produksi, terutama petani di tingkat bawah. Adakalanya mereka belum merasakan dampak positif dari kenaikan nilai ekspor tersebut.