Tampang.com | Meskipun pemerintah mengklaim pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2025 mencapai 5,1 persen, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus melanda berbagai sektor. Perusahaan teknologi, manufaktur, hingga ritel dilaporkan melakukan efisiensi tenaga kerja, dengan dalih adaptasi bisnis dan otomatisasi.
Ironisnya, pertumbuhan ekonomi ini justru belum mampu menciptakan kepastian kerja. Ribuan pekerja kontrak dan harian lepas kembali kehilangan penghasilan tanpa perlindungan memadai.
“Ekonomi tumbuh, tapi pekerjanya ditinggalkan. Ini menandakan pertumbuhan yang tidak inklusif,” ujar Sri Harjanto, ekonom ketenagakerjaan dari INKEF (Institut Ketahanan Ekonomi dan Finansial).
Digitalisasi dan Otomatisasi: Peluang atau Ancaman?
Salah satu alasan PHK massal adalah penerapan teknologi dan otomatisasi untuk menekan biaya operasional. Di satu sisi, hal ini meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun di sisi lain, pekerja yang tidak siap dengan transformasi digital menjadi korban.