Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban ini memicu gelombang protes kecil di kalangan karyawan yang merasa tertekan. "Kami hanya ingin kejelasan dan hak-hak kami dihormati. Tidak seharusnya ijazah kami menjadi alat pemerasan," ujar Surasa yang dengan tegas menuntut agar perusahaannya bertindak lebih adil. Tak hanya itu, pemecatan yang dialaminya juga mengungkapkan betapa lemahnya perlindungan hukum bagi karyawan, terutama bagi mereka yang sudah lama berkontribusi, seperti dirinya.
Kejadian serupa ternyata bukan hanya terjadi di perusahaan tandon air tersebut. Banyak perusahaan di sektor lain juga sering mengambil langkah-langkah yang merugikan karyawan, seperti menahan ijazah atau memberikan potongan gaji yang tidak wajar. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, di mana hak-hak dasar buruh sering terabaikan.
Komunitas buruh dan aktivis HAM di Sidoarjo mulai berinisiatif untuk menggalang suara bersama menuntut transparansi dan keadilan. Mereka beranggapan, jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, akan mengakibatkan semakin banyak karyawan yang terjepit dalam situasi tidak menguntungkan, sehingga berpotensi merusak tatanan sosial dan ekonomi di daerah tersebut.