Tampang

Pabrik di Jepang Daur Ulang Limbah Makanan Menjadi Pakan Ternak Upaya Menyelamatkan Bumi Juga Bisa Meraup Profit

26 Sep 2024 19:36 wib. 37
0 0
Pabrik di Jepang Daur Ulang Limbah Makanan Menjadi Pakan Ternak Upaya Menyelamatkan Bumi Juga Bisa Meraup Profit
Sumber foto: Google

Seperti para peneliti fermentasi sebelumnya, Takahashi sedang mencari cara, seperti yang dikatakan Lee, "untuk mengambil sampah dan mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna, dalam proses menciptakan industri baru."

Bekerja sama dengan peneliti dari pemerintah, universitas, dan lembaga nasional, Takahashi menggunakan pengetahuannya sebagai dokter hewan untuk membuat produk pakan cair yang difermentasi dengan asam laktat untuk babi. Tim riset harus terlibat dalam pemecahan masalah yang panjang.

“Saat kami memberikan pakan uji awal kepada babi, pertumbuhan mereka lebih lambat dan dagingnya terlalu berlemak,” kata Takahashi.

Melalui serangkaian kegagalan, tim riset itu akhirnya mendapatkan kandungan nutrisi yang tepat. Mereka juga menemukan cara untuk memperpanjang umur simpan “ecofeed” stilah yang mereka sebut untuk menyebut produk tersebut. Proses itu berlangsung dengan cara menurunkan pH menjadi 4,0, tingkat di mana sebagian besar bakteri patogen tidak dapat bertahan hidup.

Produk yang dihasilkan berwarna pucat dan bertekstur encer–terasa seperti yogurt asam. Produk ini dapat disimpan di rak, tanpa disimpan di lemari es, hingga 10 hari. Produk ini juga bermanfaat bagi iklim. Takahashi berkata, dibandingkan dengan jumlah pakan yang diimpor dari luar negeri, proses pembuatan pakan ramah lingkungan menghasilkan emisi gas rumah kaca 70% lebih sedikit.

Ketika temuan riset itu mulai diterapkan, Takahashi mulai melobi pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan lain di Jepang untuk mengizinkannya melanjutkan penerapan sistem daur ulang pusat tersebut ke pasar. Takahasi berkata, upaya itu membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Namun kami kini telah membangun hubungan saling percaya dengan berbagai badan pemerintah yang mengawasi permasalahan sampah dan lingkungan hidup, tuturnya. Faktanya, kata dia, pejabat pemerintah Jepang sering datang kepadanya untuk meminta nasehat.

Sebagian besar pabrik pengolahan limbah berbau sampah. Namun pengunjung Pusat Ekologi Pangan Jepang sering kali terkejut karena mereka tidak mencium bau itu. Udara di kompleks pengolahan itu mengingatkan mereka pada toko jus. Kompleks ini terletak di Sagamihara, sebuah kota di prefektur Kanagawa yang berjarak sekitar dua jam perjalanan kereta api dari Tokyo.

Sagamihara adalah daerah yang biasa-biasa saja, tapi setiap tahun sekitar 1.500 pengunjung dari seluruh Jepang, dari siswa sekolah dasar hingga pensiunan, mengunjungi pusat pengolahan tersebut untuk belajar tentang daur ulang makanan secara langsung.

Fasilitas daur ulang ini memproses sekitar 40 ton sampah makanan per hari, yang diangkut dengan truk dari ratusan supermarket, swalayan, dan pabrik. Beberapa dari bisnis ini terdorong untuk membuat operasional mereka lebih hijau. Walau begitu, mereka mendapat insentif dari biaya yang lebih rendah yang dikenakan oleh pusat tersebut untuk menerima limbah mereka, dibandingkan dengan insinerator.

Makanan yang mereka kirimkan bervariasi dari hari ke hari, namun whey, produk sampingan dari mentega dan keju, merupakan makanan pokok yang selalu ada, begitu pula sisa-sisa produksi massal produk-produk seperti gyoza dan sushi.

Setiap proses produksi makanan itu menghasilkan 3% hingga 5% sisa pangan, kata Takahashi. Artinya, sebuah pabrik yang memproduksi 50 ton makanan per hari akan menghasilkan setidaknya 1,5 ton limbah.

Limbah makanan dalam jumlah besar juga dihasilkan oleh produsen yang dikontrak untuk memasok 55.657 toserba di Jepang–banyak di antaranya buka 24 jam, 365 hari setahun–dengan aliran produk yang konstan.

Makanan yang mudah basi untuk toserba “harus diantar segera setelah dipesan, sehingga pabrik yang membuat kotak makan siang dan nasi kepal harus memproduksi lebih banyak, bahkan jika mereka kehilangan keuntungan”, kata Takahashi.

"Karena mencegah hilangnya peluang penjualan begitu penting, limbah makanan dalam jumlah besar terus-menerus muncul," tuturnya.

Pada suatu pagi baru-baru ini, berbagai macam wadah berukuran 140 dan 500 liter berisi kulit gyoza, beras, kubis, kulit nanas, pisang, mie, dan roti lapis menunggu untuk diproses.

Kumpulan ecofeed dikalibrasi berdasarkan kandungan kalori dan nutrisi, sehingga berbagai bahan dicampur dengan sengaja, bukan secara acak.

Untuk mencegah kontaminasi, semua makanan dimasukkan ke dalam detektor logam dan diperiksa secara manual oleh pekerja di ban berjalan.

Selanjutnya adalah tahap pemotongan dan penghancuran, yang menghasilkan produk cair (rata-rata 80% makanan adalah air), diikuti dengan sterilisasi untuk mengurangi bakteri patogen.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.