Modus ini semakin mengejutkan karena para warga yang terlibat sama sekali tidak mengetahui bahwa tanah mereka telah dicaplok atau dikuasai pihak lain untuk keperluan proyek pembangunan pagar laut. Mereka mengaku tidak memiliki atau menguasai tanah yang kini sedang dalam proses sengketa tersebut. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya identitas mereka disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan mereka dan pihak lain yang sah.
Bareskrim Polri telah memeriksa 44 saksi dalam kasus ini dan berjanji akan terus mendalami lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam pemalsuan dokumen atau pencatutan identitas. Hingga saat ini, penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap pihak-pihak yang memanfaatkan identitas warga untuk menguasai tanah tersebut.
Kasus ini menambah panjang daftar masalah hukum yang muncul seiring dengan proyek besar pembangunan pagar laut di Tangerang. Pagar laut sepanjang 30 kilometer ini direncanakan untuk memproteksi pesisir dan menghindari abrasi, namun proyek ini ternyata melibatkan penguasaan lahan yang melibatkan tanah warga tanpa izin yang sah.
Dampak dari pencatutan identitas ini sangat merugikan warga yang menjadi korban, karena mereka terancam kehilangan hak atas tanah mereka. Selain itu, mereka juga berisiko terjebak dalam proses hukum yang panjang dan berbelit. Hal ini dapat memengaruhi kehidupan mereka secara sosial dan ekonomi, mengingat tanah adalah sumber penghidupan banyak orang di daerah tersebut.