Warga setempat dan para wisatawan pun menjuluki Huang sebagai “pemilik rumah paku yang kuat” karena keberaniannya mempertahankan rumah tersebut meskipun harus menghadapi konsekuensi yang berat. Rumah itu bahkan menjadi objek wisata kecil, menarik perhatian orang-orang yang datang untuk mengambil foto dan melihat langsung situasi unik tersebut.
- Penyesalan di Kemudian Hari
Namun, di balik semua keteguhan Huang, muncul penyesalan yang mendalam. Dalam beberapa wawancara, Huang mengaku bahwa ia tidak menyangka dampak penolakannya akan sebesar ini. Ia merasa terisolasi dan hidup dalam kondisi yang jauh dari nyaman.
“Saya hanya ingin mempertahankan rumah keluarga saya, tetapi sekarang rasanya tidak ada lagi kedamaian di sini,” ujar Huang dengan nada getir.
Huang juga menyadari bahwa keputusan mempertahankan rumahnya telah membuatnya kehilangan peluang untuk pindah ke tempat yang lebih nyaman. Tawaran ganti rugi sebesar 1,6 juta yuan, yang dulu ia anggap tidak sepadan, kini terasa seperti kesempatan besar yang terlewatkan.
- Fenomena "Rumah Paku" di China
Fenomena “rumah paku” seperti yang dialami Huang bukanlah hal baru di China. Banyak pemilik rumah di berbagai wilayah yang menolak relokasi demi mempertahankan properti mereka. Para pengembang atau pemerintah sering kali tetap melanjutkan proyek pembangunan di sekitarnya, sehingga rumah-rumah tersebut tampak seperti bangunan terisolasi di tengah area konstruksi.
Meskipun dalam beberapa kasus pemilik rumah paku berhasil mendapatkan kompensasi lebih besar setelah negosiasi panjang, tidak sedikit pula yang harus menghadapi konsekuensi seperti yang dialami Huang. Polusi, kebisingan, dan sulitnya akses ke fasilitas umum menjadi harga yang harus dibayar atas keputusan mempertahankan rumah mereka.