Di era kecepatan internet ini, media sosial telah mampir di setiap kegiatan masyarakat, khususnya anak muda kalangan Millennial dan Gen Z. Termasuk dalam hal yang berbau politik di Indonesia, mereka menjadikan aktivisme daring sebagai cara utama mereka berpartisipasi. Fenomena ini semakin kuat terasa dengan berbagai kampanye politik dan opini yang tersebar luas di platform media sosial. Namun, seberapa besar dampak positifnya? Apakah pemanfaatan media sosial ini benar-benar memberikan efek yang signifikan dalam dunia politik?
Anak muda telah menjadi pelaku utama dalam pemanfaatan media sosial untuk mengekspresikan opini politik mereka. IMGR 2025, lembaga riset dan konsultan strategi digital, merilis laporan yang menyebutkan bahwa lebih dari 90% anak muda Indonesia aktif menggunakan media sosial untuk berpolitik. Mereka memanfaatkan platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok untuk menyebarkan pemikiran politik, mendukung calon, atau mengkritik kebijakan pemerintah. Namun, paradoksnya, walaupun begitu banyak aktivitas politik terjadi di dunia maya, dampaknya seringkali tidak terasa di dunia nyata.
Kita bisa melihat bahwa meskipun munculnya beragam opini politik di media sosial, hal ini tidak selalu diikuti dengan partisipasi aktif dalam pemilu atau gerakan-gerakan politik di kehidupan nyata. Para pemilik akun media sosial seringkali terjebak dalam "filter bubble" di mana mereka hanya terpapar pada pandangan politik yang sejalan dengan mereka. Hal ini kemudian membuat mereka kurang toleran terhadap pandangan yang berbeda, sehingga dialog politik sehat terkadang sulit terwujud.