Greenland, pulau terbesar di dunia yang terletak di belahan utara, seringkali dilihat sebagai simbol dari iklim kutub yang keras dan dingin. Namun, ada sebuah kenangan sejarah yang menarik perhatian banyak ilmuwan dan sejarawan: fakta bahwa Greenland pernah memiliki kondisi iklim yang jauh lebih hangat, khususnya selama periode yang dikenal sebagai Pemanasan Zaman Viking. Lantas, seberapa jauh kebenaran dari klaim ini? Mari kita telusuri lebih dalam mengenai Greenland dan perubahan iklim yang pernah dialaminya.
Pada sekitar tahun 1000 Masehi, para Viking, yang dipimpin oleh Leif Eriksson, tiba di Greenland dan menetap di sana. Mereka terkesan dengan keindahan alam yang hijau dan subur, berbeda dengan gambaran Greenland yang kita kenal sekarang. Selama periode ini, suhu di Greenland lebih hangat dibandingkan dengan suhu saat ini, memungkinkan tumbuhnya tanaman seperti gandum dan rumput. Kehadiran pohon-pohon dan vegetasi yang lebih beragam membuat para Viking mampu menggembalakan hewan ternak dan menumbuhkan tanaman pertanian, menciptakan kondisi yang lebih cocok untuk menetap.
Fenomena ini dikenal sebagai Pemanasan Zaman Viking. Ini adalah bagian dari periode iklim yang lebih hangat yang disebut sebagai "Meningkatnya Suhu Abad Pertengahan," yang terjadi sekitar tahun 950 hingga 1250 M. Selama fase ini, banyak daerah di belahan utara, termasuk Greenland, mengalami suhu yang lebih tinggi, sehingga mendukung kehidupan lebih banyak jenis flora dan fauna. Hal ini juga bertepatan dengan ekspansi budaya Viking yang semakin mendunia.