Pada saat itu, istilah "gaijin" digunakan untuk merujuk kepada orang asing yang tinggal di desa-desa perdagangan tersebut. Mereka sering kali dipandang sebagai ancaman bagi kestabilan politik dan keamanan Jepang. Kondisi ini menciptakan persepsi negatif terhadap orang asing, yang tercermin dalam penggunaan istilah "gaijin" yang seringkali dihubungkan dengan konotasi diskriminatif.
Seiring dengan perkembangan zaman, Jepang mulai membuka diri terhadap dunia luar pada abad ke-19 dan 20. Pengenalan budaya asing dan peningkatan hubungan internasional membawa perubahan dalam persepsi terhadap orang asing. Meskipun demikian, istilah "gaijin" tetap digunakan dalam percakapan sehari-hari, meskipun tidak selalu dengan konotasi negatif.
Dalam konteks modern, penggunaan istilah "gaijin" seringkali tergantung pada konteks dan niat pembicara. Beberapa orang asing mungkin merasa tersinggung oleh penggunaan istilah tersebut, sementara yang lain menganggapnya sebagai konvensi bahasa yang tak terhindarkan. Beberapa kalangan menyarankan penggunaan istilah alternatif seperti "gaikokujin" yang lebih netral dalam merujuk kepada orang asing.
Meskipun demikian, istilah "gaijin" masih sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari di Jepang, termasuk dalam media, budaya pop, dan interaksi sosial. Hal ini menjadi cerminan dari sejarah panjang dan kompleksnya hubungan antara Jepang dan dunia luar.