Filsuf dan ilmuwan telah lama berdebat mengenai realitas dan ilusi. Misalnya, jika kita memandang waktu sebagai ilusi, maka kita juga harus mempertanyakan apa arti dari pengalaman kita sehari-hari. Kita merasakan waktu berjalan, merencanakan masa depan, dan mengenang masa lalu. Namun, jika semua ini hanya produk dari pola pikir kita, maka apa standar yang dapat kita gunakan untuk membedakan antara realitas dan ilusi? Ini adalah pertanyaan mendasar yang telah menggelisahkan banyak pemikir klasik dan kontemporer.
Di sisi lain, beberapa teori dalam fisika kuantum, seperti teori holografik, mengusulkan bahwa realitas yang kita alami di dunia tiga dimensi hanyalah representasi dari informasi yang terkandung di permukaan dua dimensi, sehingga waktu bisa dianggap sebagai dimensi yang lebih tinggi yang tidak sepenuhnya kita akses. Teori ini memberikan pandangan baru tentang bagaimana kita memahami eksistensi maupun bagaimana waktu berfungsi dalam konteks realitas yang lebih besar.
Satu lagi konsep yang relevan dalam diskusi ini adalah teori waktu dalam filsafat. Beberapa filsuf seperti Immanuel Kant berpendapat bahwa waktu adalah bentuk persepsi kita terhadap dunia, bukan entitas yang berdiri sendiri. Dalam pandangannya, pengalaman waktu adalah bagian dari cara manusia berinteraksi dengan ruang dan peristiwa, memberikan warna pada pemahaman kita tentang gerak dan perubahan.