Tampang

Sanggahan "Mengungkap Skenario Gatot Nyapres"

30 Apr 2018 08:17 wib. 1.336
0 0
Sanggahan "Mengungkap Skenario Gatot Nyapres"

"Syarwan Hamid: MENGUNGKAP SKENARIO GATOT NYAPRES". Begitu judul artikel yang diunggah Sri Bintang Pamungkas lewat Chripstory.com Pada intinya, Syarwan yang juga mantan Kassospol ABRI dan Menteri Dalam Negeri ini mencoba mengungkapkan adanya skenario Kelompok 9 Naga untuk terus menguasai pusat kekuasaan di republik ini. Menurut purnawirawan jenderal bintang tiga ini, Gatot Nurmantyo telah disiapkan sebagai "ban serep" karena Jokowi dinilai sudah gembos.. Moncernya Jokowi Vs Mengkilapnya Gatot Nurmantyo Dalam tulisan tersebut, Syarwan mencurigai peningkatan popularitas Gatot yang menurutnya tidak berlangsung secara alami. "Benarkah peristiwa munculnya Gatot berlangsung secara alami? Bahkan TV nasional yang anti Habieb Rizieq sekalipun senang mewawancarai Jenderal bintang empat tersebut. Dalam politik tidak ada kebetulan, semua direncanakan dan dilaksanakan dengan penuh perhitungan," tulisnya. Mantan Kapuspen ABRI yang sempat dituding pernah berupaya menjegal Gus Dur dalam kepemimpinan Nahdatul Ulama ini kemudian membandingkan meroketnya popularitas dan elektabilitas Jokowi sejak menjabat Walikota Solo sampai memenangi Pilpres 2014. Syarwan mungkin kurang jeli. Sebab membandingkan melejitnya popularitas dan elektabilitas Gatot Nurmantyo dengan Jokowi sebenarnya sangat tidak tepat. Sebagaimana diketahui, popularitas Jokowi terbentuk dari bingkai positif media. Sementara, Gatot di-framing negatif. Jokowi adalah hero, sebaliknya Gatot adalah public enemy. Dalam situasi masyarakat yang terpolarisasi seperti sekarang ini, framing negatif terhadap Gatot memang mendatangkan respon positif dari kutub penentang Jokowi. Di mata warga kutub ini Gatot menjadi hero. Gatot dielu-elukan. Tetapi, jumlah kelompok yang terpolarisasi tidak begitu besar. Hal ini terlihat dari angka undecided voter yang menurut sejumlah rilis survei berada di kisaran 30 persen. Belum lagi jumlah swing voter yang sewaktu-waktu dapat berubah pilihan. Dan, sebagian besar dari kelompok undecided voter dan swing voter ini sangat terbuka pada arus informasi. Karenanya, framing negatif atau positif media pastinya juga akan mempengaruhi pilihan kedua kelompok ini. Semakin sering seseorang diberitakan negatif, semakin tinggi pula sentimen negatif yang didapatkannya. Selanjutnya, semakin sulit pula ia mendongkrak tingkat elektabilitasnya. Dengan demikian, Gatot tidak bisa diharapkan sebagai "sekoci" penyelamat. Benarkah Penunjukan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI Bagian dari Skenario Tomy Winata untuk Pilpres 2019? Hubungan Gatot Nurmantyo dengan Tomy Winata ini menjadi bahan perbincangan setelah Majalah Tempo mengulasan pada terbitan April 2018. Kepada Tempo, Gatot mengungkap kedekatannya dengan Tomy. Logikanya, Gatot tidak mungkin membeberkannya jika hubungannya dengan Tomy memiliki sisi buruk.yang berpotensi merusak nama baiknya Berita Tempo soal Kedekatannya dengan Tomy Dipelintir, Gatot Nurmantyo Jadi Sasaran Buli Menariknya, Syarwan menulis, Sepertinya Tomy Winata sukses menjadikan Gatot sebagai Panglima TNI dan kasus Ahok membuatnya patut waspada sehingga perlu memunculkan tokoh alternatif bila Jokowi kalah atau tidak lagi menjabat. Mungkin Syarwan tidak mengingat lagi jika pencalonan Gatot sebagai Panglima TNI diusulkan Jokowi kepada DPR pada Juni 2015. Ketika itu, Koalisi Merah Putih yang dimotori Prabowo Subianto masih mendominasi DPR RI ketimbang Koalisi Indonesia Hebat yang memosisikan diri sebagai pendukung Jokowi. Dan, sebagai oposisi, KMP bisa saja menolak usulan Presiden Jokowi. Apalagi, sesuai tradisi sejak awal era reformasi, jabatan Panglima TNI seharusnya diberikan kepada TNI AU. Jika Syarwan mengambarkan Tomy mampu mengatur jabatan di TNI, maka logikanya Tomy pun mampu mengontrol elit-elit KIH dan KMP, termasuk elit Cikeas yang mengklaim tidak menjadi bagian dari KIH maupun KIH. Dan, tentunya, pemilihan Gatot sebagai Panglima TNI tidak ada kaitannya dengan kasus penistaan agama yang menjerat Ahok. Karena penunjukan Gatot dilakukan jauh hari sebelum kasus Ahok yang terjadi pada akhir September 2016. Jika Syarwan berasumsi mangkraknya elektabilitas Jokowi karena kasus Ahok, seharusnya Syarwan tidak mengaitkannya dengan penunjukan Gatot sebagai Panglima TNI. K Kuncinya adalah kronologi dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Singkatnya, tidak ada hubungan sama sekali antara penunjukan Gatot sebagai Panglima TNI dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok serta skenario Pilpres 2019. Mungkinkah Prabowo Bercawapreskan Kader PKS? "Bila skenario ini terjadi, maka 9 naga telah menang telak. Jokowi dan Gatot sejatinya serupa tapi tak sama, namun indikasi PKS memiliki cawapres dari internalnya telah membuat Jokowi panik begitu pula dengan Tomy cs," sambung Syarwan dalam tulisannya. Mungkin. Syarwan lupa jika pada Pilgub DKI Jakarta Prabowo lebih memilih menggeser Sandiaga Uno dari cagub menjadi cawagub sekaligus memilih Anies Baswedan sebagai cagub. Konsekuensinya sangat jelas, meski merupakan satu-satunya partner Koalisi, PKS tidak mendapatkan jatah tiket. Meski sebelumnya santer diberitakan jika PKS mengincar kursi cawagub. PKS memang memiliki kader dan simpatisan yang sangat militan. Dan, pascakekalahan Prabowo pada Pilpres 2014 disusul dengan situasi panas Pilgub DKI 2017, akar rumput PKS telah siap memengkan jagoannya pada Pilpres 2019. Tetapi, PKS bukannya tanpa sisi negatif. Perilaku sejumlah akun yang ditenggarai milik kader PKS yang kerap melontarkan kebenciannya pada kelompok Islam lain menjadikan PKS sebagai musuh bersama. Terlebih kata "sinting" yang diucapkan Fahri Hamzah saat merespon rencana ditetapkannya Hari Santri yang diusulkan Jokowi masih membekas di sebagian warga NU. Belum lama ini sejumlah santri dari berbagai pondok pesantren telah mendeklarasikan dukunannya pada Jokowi. Melihat tingginya resistensi terhadap PKS, Prabowo pastinya sudah memperhitungkannya. Untuk itu, Prabowo membutuhkan parpol lain sebagai penawarnya. Dan, sebagai mantan Kassospol ABRI, Syarwan pastinya memahami persoalan ini. Tulisan Syarwan untuk Gembosi Gatot Nurmantyo demi Menangkan Jokowi? Kemunculan Gatot Nurmantyo dalam bursa capres 2019 tidak ubahnya seperti kelahiran Bambang Wisanggeni dalam kisah Mahabharata. Karena sama-sama dinilai dapat merusak skenario yang sudah dibangun, kehadiran Gatot dan Wisanggeni tidak diinginkan oleh penguasa tertinggi. Wisanggeni dianggap dapat merusak skenario perang Bharatayudha yang ditulis para dewa penguasa Khayangan. Karenanya, sebelum perang besar itu dimulai, Wisanggeni diminta moksa. Sementara, Gatot Nurmantyo yang dianggap paling berpeluang memenangi Pilpres 2019 terus digembosi. Beberapa manuver pun dilakukan demi menyingkirkan Gatot dari kompetisi Pilpres 2019. Tetapi, upaya penggembosan dan penjegalan terhadap Gatot belum juga membuahkan hasil. Tren elektabilitas Gatot tetap positif. Gatot Nurmantyo belum juga "moksa" seperti Wisanggeni. Alih-alih "moksa", Gatot malah semakin mendapat sorotan media. Dan menariknya lagi, meski belum tentu bisa nyapres, dukungan kepada Gatot terus mengalir. Semakin meluasnya dukungan kepada Gatot ini terlihat dari semakin banyaknya posko-posko Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN) yang didirikan di sejumlah daerah. Bahkan, menurut informasi, di daerah Pabuaran, Kabupaten Cirebon, yang lokasinya jauh dari pusat kota, relawan RSPN sudah membentuk poskonya. Karenanya, untuk menahan semakin menguatnya Gatot, dikembangkanlah sebuah narasi baru yang mudah termakan. Dinarasikanlah jika Gatot merupakan boneka kepunyaan 9 Naga yang di skenariokan sebagai ban serep jka Jokowi kalah dalam Pilpres 2019. Jika dicermati, bangunan logika dalam tulisan Syarwan banyak ditemukan patahan. Salah satu yang paling menonjol adalah majunya Gatot sebagai capres "ban serep" yang bersamaan dengan majunya Jokowi. Sebab, apapun itu, "ban serep" hanya digunakan sebagai pengganti ban utama yang bocor atau gembos. Dan, untuk mengurangi kekacauan nalar pada artikelnya, Syarwan kemudian membangun skenario baru, yaitu menarasikan Gatot sebagai cawapres untuk Jokowi. Jadi, bisa dibilang skenario bukan saja memiliki banyak kelemahan, tetapi juga amatiran. Namun, sekalipun memiliki banyak kelemahan, tulisan Syarwan telah berhasil melimbungkan Gatot. Jika mengamati media sosial, tulisan Syarwan tersebut mem-viral di sejumlah grup, termasuk grup-grup pendukung Gatot. Berbagai komentar miring pun bermunculan. Bisa dibilang, lagi-lagi, Gatot menjadi bulan-bulanan. Pertanyaannya, siapakah yang diuntungkan dengan beredarnya tulisan Syarwan, Jokowi atau penantangnya? Bisa dibilang saat ini laju elektabilitas Gatot tengah tertahan untuk beberapa waktu. Dan, untuk memulihkannya diperlukan sebuah strategi komunikasi tersendiri. Terlebih di ranah media sosial di mana tulisan Syarwan menyebar. Sementara, di sisi lain, jika dibandingkan saat nyapres pada 2014, kekuatan Prabowo saat ini sudah menurun tajam. Dalam kondisinya seperti saat ini, sulit bagi Prabowo untuk memulihkan kekuatannya sebagaimana saat menghadapi Pilpres 2014. Melemahnya Prabowo di satu sisi dan tertahannya Gatot pastinya sangat menguntungkan Jokowi. Maka, timbullah satu pertanyaan, apakah Syarwan Hamid sebenarnya tengah menskenariokan kemenangan Jokowi? Benarkah Syarwan Hamid Penulisnya? Tetapi, benarkah artikel yang diposting lewat akun Sri Bintang Pamungkas tersebut ditulis oleh Syarwan Hamid?J awabannya, tidak jelas. Hanya saja jika memperhatikan paragraf terakhir, jelas artikel tersebut ditulis oleh lebih dari satu orang. Pertama, kalimat pertama pada paragraf terakhir yang berbunyi, “Tulisan ini sungguh menggambarkan suatu analisa yg tajam dan benar.” Terlihat jelas jika paragraf terakhir memuji paragraf-paragraf sebelumnya. Dan hal itu hanya mungkin dilakukan jika menulis paragraf terakhir sama dengan paragraf-paragraf sebelumnya. Kedua, gaya penulisan, cara penulisan, dan mungkin masih ada yang lainnya pada paragraf terakhir berbeda dengan paragraf-paragraf sebelumnya.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

Fisik Sehat dengan Terapi Warna
0 Suka, 0 Komentar, 25 Jun 2018

POLLING

Apakah Pilpres 2024 Berlangsung: