Selanjutanya saya masuk ke ruang audio visual. Nah di ruangan ini saya kemudian menonton film pendek yang berdurasi kurang lebih 10 menit. Dari film ini juga, saya kemudian menjadi tahu mengapa ada museum ini. Jadi, museum ini ada untuk menjawab berbagai keingin tahuan masyarakat mengenai Gedung Sate dan juga perjuangan rakyat pada masa itu. Perjuangan rakyat ternyata tak bisa dipisahkan dengan berdirinya Gedung Sate. Intinya setelah menonton film, kecintaan saya pada Jawa Barat, khususnya Bandung semakin bertambah. Saya tak menyangka ternyata Gedung Sate ini bisa dibilang sebagai salah satu bukti nyata perjuangan dan harapan para pendahulu kita. Sebagai catatan, jika ruangan ini masih kosong, carilah petugas dan bertanya kapan film bisa ditayangkan.
Selanjutnya, ada ruangan augmented virtual. Ruang yang manarik perhatian saya. Kecanggihan teknologi berhasil membuat kita seolah-olah sedang berada di zaman perjuangan. Jadi kita masuk ke ruangan yang di dalamnya ada semacam perkakas atau peralatan bertukang dan bertani zaman dulu. Nah, ketika kita melihat ke layar TV di ruangan itu, seolah-olah kita berada bersama dengan orang-orang zaman dulu. Sebagai catatan, kita bisa meminta teman kita untuk mengambil gambar kita dari layar TV. Mengapa tak bisa selfie saja? Karena kalau kita selfie akan sangat kelihatan bohongannya, amsa orang zaman perjuangan selfie. Hahaha... Kalau masih bingung dengan penjelasan ini, mending datang saja langsung ke ruangan ini.
Selanjutnya di sana saya mencoba simulasi naik balon udara. Awalnya saya berharap bisa naik balon udara sungguhan. Tapi ternyata baru simulasinya saja yang saya coba. Jadi kita akan mengenakan kacamata khusus dan naik ke balon udara (note: tanpa balon). Melalui kacamata itu kita seakan berada di atas Gedung Sate dan melihat pemandangan area sekitar Gedung Sate dari atas. Lumayan, efek berada di atasnya kerasa kok. Oh, iya, lagi-lagi ini memang menggunakan teknologi. Jika teman ingin melihat juga pemandangan yang sedang kita lihat, ia bisa menyaksikannya dari layar.