Microsoft dilaporkan menolak menyetujui struktur baru tersebut. Sementara itu, SoftBank menyatakan bahwa mereka bersedia menyesuaikan investasinya, dari US$30 miliar menjadi US$20 miliar jika OpenAI tidak merampungkan restrukturisasi sebelum 31 Desember 2025.
Namun Masayoshi Son kemudian mengubah haluan. Ia menyatakan bahwa kepercayaannya terhadap OpenAI justru makin menguat, dan ia tak gentar melanjutkan kemitraan—terlepas dari ketegangan dengan Microsoft.
Visi Besar: Membangun ASI dan Dominasi AI Global
Keyakinan Son tidak datang tanpa alasan. Ia memiliki visi besar untuk membangun Artificial Superintelligence, jenis AI yang diklaim mampu melampaui kecerdasan manusia dalam skala ribuan kali lipat. Ia ingin menjadikan SoftBank sebagai fondasi utama bagi ekosistem ASI global dalam 10 tahun ke depan.
Untuk mewujudkan ambisi itu, SoftBank menggandeng berbagai entitas strategis, termasuk Arm, perusahaan semikonduktor asal Inggris yang mereka akuisisi pada 2016. Arm kini memainkan peran penting dalam pengembangan prosesor dan teknologi chip yang akan menjadi tulang punggung AI masa depan.
Tak hanya itu, SoftBank juga membeli perusahaan chip asal AS, Ampere, senilai US$6,5 miliar demi memperkuat lini teknologi mereka dalam merancang perangkat keras penunjang kecerdasan buatan.
Proyek Senilai Rp16.000 Triliun: Kompleks Industri AI Raksasa
Laporan dari Bloomberg mengungkapkan bahwa Son bahkan tengah mempertimbangkan proyek pembangunan kawasan industri AI super besar di Amerika Serikat. Kompleks ini diperkirakan akan menelan biaya US$1 triliun atau sekitar Rp16.300 triliun, menjadikannya salah satu proyek teknologi terbesar sepanjang sejarah.
Proyek ini bukan sekadar pusat produksi chip, tetapi diproyeksikan sebagai ekosistem penuh untuk riset, pengembangan, dan implementasi AI secara masif, termasuk superkomputer, laboratorium AI, hingga pusat pelatihan talenta global.