Perlu diketahui bahwa sektor ritel dan manufaktur merupakan dua kontributor besar bagi pendapatan TCS, masing-masing sebagai sumber pendapatan terbesar kedua dan keempat. Sementara itu, sektor perbankan masih menempati posisi teratas sebagai penyumbang terbesar bagi perusahaan.
Kondisi ini tentu membawa tantangan tersendiri bagi TCS yang memperoleh hampir 50% dari total pendapatannya dari kawasan Amerika Utara. Sebagai pasar utama bagi penyedia layanan teknologi India, ketergantungan pada klien-klien dari AS membuat TCS sangat terpapar oleh fluktuasi kebijakan dagang AS.
Proyek-Proyek Mulai Tertunda
Tanda-tanda kekhawatiran klien terlihat jelas saat TCS melaporkan hasil keuangan kuartal keempat yang meleset dari ekspektasi analis. Dalam laporan tersebut, TCS mengungkapkan bahwa beberapa klien mulai menunda pengambilan keputusan terhadap proyek-proyek teknologi berskala besar—khususnya proyek diskresioner yang bersifat tidak wajib.
Kondisi ini bisa menjadi sinyal bahwa para pelaku bisnis kini memilih untuk menahan ekspansi atau investasi baru sambil menunggu kejelasan dari kebijakan tarif pemerintah AS. Ketidakpastian membuat perencanaan menjadi sulit, terlebih di sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan TCS.
Harapan untuk Tahun Fiskal Mendatang
Meski situasi saat ini cukup menantang, Krithivasan tetap menunjukkan optimisme terhadap masa depan perusahaan. Ia memperkirakan bahwa kondisi fiskal tahun 2026 akan jauh lebih baik dibandingkan 2025. Alasannya, masih banyak perusahaan yang menggunakan sistem lama dan membutuhkan pembaruan teknologi dalam jangka menengah dan panjang.
Dengan kata lain, kebutuhan akan transformasi digital tetap tinggi dan tidak bisa dihindari. Ketika kondisi pasar kembali stabil, klien-klien akan mulai melanjutkan proyek-proyek TI mereka yang sempat tertunda.