Ini yang membuat banyak pihak meragukan bahwa Amerika, dalam waktu dekat, bisa benar-benar menandingi efisiensi dan kesiapan China sebagai mitra produksi Apple. Meski kebijakan tarif dan insentif dari pemerintah AS terus didorong, membangun ulang ekosistem produksi berskala besar dari nol memerlukan waktu, biaya, dan kolaborasi lintas sektor yang tidak sedikit.
Apakah Produksi Apple Bisa Benar-Benar Pulang Kampung?
Meskipun secara politik dan strategis banyak pihak mendorong Apple untuk membawa produksinya kembali ke Amerika Serikat, kenyataannya jauh lebih kompleks. Dari sisi logistik hingga ketersediaan bahan baku dan suku cadang, AS masih tertinggal jauh dari China.
Apple bukan perusahaan yang mengambil keputusan sembarangan. Mereka dikenal sangat fokus pada efisiensi dan kontrol mutu. Jika ekosistem produksi di suatu negara tidak mendukung standar tinggi mereka, maka pindah lokasi produksi bukanlah solusi—melainkan risiko besar.
Dengan semua pertimbangan ini, bisakah kita berharap Apple benar-benar akan memindahkan pabrik-pabriknya ke AS dalam waktu dekat? Jawabannya tampaknya belum. Bukan karena kurang nasionalisme, tetapi karena realitas bisnis dan tantangan logistik yang sangat rumit.
Ke depan, jika Amerika ingin menjadi pusat manufaktur teknologi lagi, perlu investasi besar-besaran dalam infrastruktur, pelatihan tenaga kerja, dan pembangunan ekosistem rantai pasok lokal. Sampai saat itu tiba, China masih menjadi pilihan paling logis dan efisien bagi perusahaan sekelas Apple.