Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) memang membawa banyak manfaat, namun di sisi lain juga membuka celah baru bagi kejahatan digital, khususnya penipuan melalui email. Modus ini semakin meningkat dan kian sulit dikenali, bahkan oleh pengguna yang cukup tech-savvy sekalipun.
Menurut Google, perusahaan raksasa teknologi ini telah memblokir lebih dari 99,9% email phishing dan malware di Gmail. Meskipun demikian, jumlah pengguna Gmail yang mencapai lebih dari 2,5 juta tetap menjadi target empuk para penipu dunia maya. Para pelaku memanfaatkan AI untuk membuat email palsu yang sangat meyakinkan hingga bisa menembus sistem keamanan dan mengecoh korban agar memberikan data pribadi, termasuk akses ke rekening bank.
Untuk mengatasi hal ini, Google kini mengandalkan teknologi AI terbaru, termasuk Large Language Model (LLM), guna meningkatkan sistem keamanan Gmail. LLM ini secara khusus dirancang untuk mengenali dan memblokir email berisi phishing, malware, dan spam yang sulit dideteksi secara manual. Dalam laporan yang dikutip dari Forbes pada 12 April 2025, Google menyatakan bahwa sistem baru ini diharapkan mampu memperkuat pertahanan mereka secara signifikan.
Namun, perusahaan keamanan siber ternama, McAfee, memperingatkan bahwa perkembangan AI bisa menjadi pedang bermata dua. Sama seperti Google yang mengembangkan AI untuk memperkuat sistem pertahanan, para penipu juga menggunakan teknologi serupa untuk menciptakan email penipuan yang makin meyakinkan dan bersifat personal, sehingga lebih sulit dibedakan dari email yang sah.
Dalam laporan Mailmodo pada Maret 2025, disebutkan bahwa spam menyumbang lebih dari 46,8% dari total trafik email global. Ini menyebabkan banyak perusahaan mulai beralih menggunakan platform komunikasi yang lebih aman seperti Microsoft Teams, Slack, atau bahkan aplikasi perpesanan instan seperti WhatsApp dan Telegram untuk berkomunikasi secara internal.