Kabar mengenai 361 juta data email yang dijual di Telegram telah menarik perhatian banyak pihak, khususnya para pengguna internet. Data yang disebutkan terdiri dari email, nama pengguna, dan password unik, dan dihargai sebesar US$500 atau sekitar Rp 8,1 juta. Hal ini tentu menjadi alarm bagi banyak individu dan organisasi terkait masalah keamanan data pribadi, terutama dalam dunia maya.
Menurut informasi yang diambil dari Cyber Security News, keseluruhan data yang ditemukan mencapai 122 GB dengan 2 miliar baris data tersebar dalam 1.700 file. Pihak berwenang dan para peneliti keamanan siber secara intensif telah memverifikasi keaslian data yang disebutkan. Cyber Press mencatat bahwa sebagian besar data tersebut masih aktif dan dapat digunakan untuk mengakses berbagai platform.
Penemuan tersebut menjadi sorotan mengingat luasnya dampak yang dapat ditimbulkannya. Diperkirakan data ini diperoleh dari kompilasi berbagai sumber termasuk daftar yang telah dikumpulkan sebelumnya dan juga melalui perilaku malware infostealer. Teknik yang digunakan oleh malware tersebut, seperti keylogging, memory scraping, dan bypassing autentikasi multifaktor, memberikan akses terhadap informasi sensitif dari sistem yang telah terinfeksi.