Sarwendah menyadari bahwa kebiasaan tersebut terbentuk dari lingkungan asal Betrand Peto di Nusa Tenggara Timur. Orang-orang di sana memiliki budaya yang sangat akrab dan terbuka terhadap sentuhan fisik, yang mengekspresikan rasa kekeluargaan. Hal ini berbeda dengan budaya di Jakarta, sehingga Sarwendah mempertanyakan mengapa harus ada perubahan saat Betrand Peto beradaptasi dengan budaya baru.
Terkait isu tersebut, Sarwendah juga melampiaskan rasa frustasinya terhadap hujatan dan fitnah yang tersebar di media sosial. Ia bahkan menyatakan bahwa ia tidak akan diam saja tanpa memberikan perlawanan terhadap tuduhan yang tidak benar.
Namun, hujatan dan rumor tersebut tidak hanya memengaruhi Sarwendah tetapi juga mempengaruhi kondisi mental Betrand Peto. Betrand Peto merasa tertekan dan stres dengan fitnah yang menimpa dirinya. Ia bahkan mengalami perubahan perilaku, mulai dari menjaga jarak dengan Sarwendah hingga merasa trauma untuk kembali ke Jakarta.