“Assalaamu’alaikum Warohmatulloh…” Imam sholat menoleh ke arah kanan. “Assalaamu’alaikum…” kemudian menoleh ke kiri. Cak Munir tepat di belakang imam sholat, sedangkan Sukamto ada di kirinya. Perang bathin dirasakan oleh Cak Munir. Semoga beliau tetap khusyuk ketika sholat isyak tadi. Tidak seperti biasanya, kali ini Cak Munir menggunakan lafadz-lafadz dzikir pendek diikuti doa secukupnya dan segera mengusapkan tangannya ke wajah. Masih terngiang di telinganya kalimat yang terlontar dari mulut Sukamto, “Ibadah Haji Itu MAHAL BANGET!!”. Segera ia bangkit dari duduk kemudian menuju depan pintu masjid. Berkali-kali beliau menengok ke dalam, sambil mondar-mandir. “Mari… Cak Munir, Assalaamu’alaikum..” Sapa salah satu jama’ah sholat isyak yang keluar masjid. Tanpa memandang siapa sosok yang telah menyapanya itu, beliau menjawab “Wa’alaikumussalam..”.
Tak lama kemudian dalam hati Cak Munir gelisah, “Astaghfirulloh… Saya tadi bersikap tidak selayaknya saudara iman, bahkan siapa sosok yang tadi menyapaku pun aku tak tahu… Astaghfirulloh!!! Seharusnya tadi aku tidak sekedar menjawab salamnya, seandainya bisa kuulang aku akan memandang wajah sosok itu, kemudian menjabat tangannya, dan tersenyum seraya menjawab salamnya…”. Bagaikan balon hijau, kegelisahan Cak Munir meletus akibat tepukan dari arah belakang. Ternyata itu adalah Sukamto.
Sukamto : “Woey…. Nglamunin apa Cak Munir??!” (dengan nada mengagetkan)
Cak Munir : “Allohu Akbar!!! (meloncat kaget)
Ohh… Kamu to, Sukamto…!!! Kamu itu… ngagetin saja…” (pasang muka sebel)
Sukamto : “Iya maaf, Cak… hehehe (meringis)
Lha sampean itu lo ngapain di depan pintu nglamun gitu…???”
Cak Munir : “Lha ya… Aku ini tadi nungguin kamu lo…!!” (dengan nada berapi-api)
Sukamto : “Waduhh... Kenapa nungguin saya, Cak?” (bingung)
Cak Munir : “Ibadah Haji Itu MAHAL BANGET!!” (pasang muka sinis)
Sukamto semakin kebingungan mendengar jawaban Cak Munir. Mungkin efek sholat isyak yang sangat khusyuk ya sampai lupa sama pembicaraannya dengan Cak Munir sebelum sholat isyak tadi.
Cak Munir : “Kamu lupa ya?! (masih dengan nada berapi-api)
Tadi kamu bilang kalau Ibadah Haji Itu MAHAL BANGET!!, belum lagi kalau ditambah biaya tasyakuran, oleh-oleh dan lain-lain. Iya kan?!
Sukamto : “Ohh… Iya Cak, Aku baru ingat. Bener kan ya aku? Memang Ibadah Haji Itu MAHAL BANGET!! kok…” (dengan senyuman kecutnya)
Cak Munir : “Heh!! Acara tasyakuran, mengundang warga kampong, menyediakan hidangan dan bingkisan serta memberi oleh-oleh, itu tidak harus ada! (dengan nada tinggi)
Jreng jreng jreng… Suasana mulai sunyi, namun bukan Sukamto namanya kalau tidak pandai membela diri.
Sukamto : “Tapi kan di kampung ini budaya nya seperti itu, Cak!”
Cak Munir : “Ingat! TIDAK HARUS ADA!!!
Kalau bersyukur pada Alloh SWT atas kenikmatan-Nya yaitu kita bisa melaksanakan ibadah haji, itu wajib[1], tapi mengadakan acara tasyakuran itu tidak harus ada!” (menjelaskan kepada Sukamto dengan semangat 45)
Sukamto : “Ya nanti seandainya saya berangkat haji dengan tanpa mengadakan tasyakuran dan tanpa memberi oleh-oleh, malah digunjing sama warga kampong. Dikatakan pelit lah, apa lah!!!” (diikuti gerakan tangan dan kaki yang aduhai)