Di sisi lain, beberapa ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot adalah tindakan yang menghilangkan sunnah Rasulullah. Mereka berargumen bahwa sunnah memiliki nilai yang tinggi dalam hukum Islam, dan mencukur jenggot dapat mengindikasikan keraguan dalam mengikuti ajaran Nabi. Ketaatan pada sunnah, bagi mereka, adalah bagian dari iman seorang Muslim yang seharusnya tidak dianggap sepele.
Namun, dalam diskusi mengenai hukum mencukur jenggot, penting untuk mempertimbangkan konteks sosial dan budaya. Dalam beberapa budaya, jenggot dianggap sebagai simbol kewibawaan dan dapat mempengaruhi interaksi sosial. Di sisi lain, di lingkungan tertentu, mencukur jenggot mungkin dianggap lebih rapi dan sesuai dengan norma masyarakat setempat. Dalam hal ini, mencukur jenggot tidak selalu berkaitan dengan penolakan terhadap ajaran Islam, melainkan lebih kepada mengikuti norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam Islam, hukum melakukan sesuatu tidak selalu hitam-putih. Terdapat prinsip-prinsip hukum yang lebih luas yang perlu diperhatikan, termasuk niat, keadaan, dan konteks. Beberapa ulama menekankan bahwa kita perlu memahami perbedaan antara hukum yang bersifat tetap dan yang bersifat kontekstual. Dalam hal mencukur jenggot, konteks dan niat menjadi sangat penting untuk menentukan apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak.