Jika dari pernyataan Fadli bisa ditarik kesimpulan bahwa Prabowo diberhentikan dengan hormat pada November 1998 pada saat Dansesko tersebut tidak berada di tanah air sejak September 1998.
Artinya, Prabowo tidak menginjakkan kakinya di Sesko selama lebih dari 30 hari. Sementara, menurut Pasal 87 KUHPM, tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang termasuk perbuatan disersi.
Maka, muncul pertanyaan, apakah pemberhentian Prabowo dengan hormat itu dikarenakan rekomendasi DKP atau karena Dansesko Prabowo telah meninggalkan tugasnya selama lebih dari 30 hari?
Dan, kalau pun pemberhentian Prabowo dengan hormat tersebut bukan karena keduanya atau lainnya, namun perbuatan Prabowo yang meninggalkan tugasnya selama lebih dari 30 yang termasuk perbuatan disersi tetap saja menarik untuk digoreng dalam Pilpres 2019 nanti.
Jika dibanding dengan isu pelanggaran HAM berat yang lebih berat untuk dipahami oleh masyarakat kebanyakan, isu disersi atau bolos lebih mudah dicerna. Bahkan, anak PAUD pun sanggup memahaminya.
Dengan penjelasan Fadli yang sedemikian gamblang tersebut, sudah semestinya dalam Pilpres 2019 nanti para rival Prabowo tidak lagi mendaur ulang isu pelanggaran HAM, tetapi isu disersi atau membolos.