Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan penting terkait pemilihan umum di Indonesia. Dalam keputusan ini, MK memutuskan bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD (pemilu nasional) akan dipisah dari pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota. Hal ini akan berdampak langsung pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang meliputi gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Salah satu poin penting dari putusan MK adalah penetapan bahwa pemilu daerah harus dilaksanakan serentak paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pemilu nasional. Dengan paparan ini, jelas sekali bahwa peluang untuk menggelar Pilkada berikutnya adalah pada tahun 2031. Getaran reformasi politik ini tentu saja akan membawa dampak besar pada peta politik di tingkat lokal, di mana beragam kandidat akan bersaing untuk meraih kursi di pemerintahan daerah.
Keputusan ini berangkat dari gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menilai ada ketidakberesan dalam beberapa pasal pada Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada. Perludem menginginkan agar pelaksanaan pemilihan gubenur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota lebih terstruktur dan terencana, yang dipandang sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas demokrasi di tingkat lokal.