Nah, KPK versi terbaru ini bukannya mendalami temuan adanya 6 penyimpangan tersebut, malah mencari-cari niat jahat. Karuan saja, dalih KPK ini mengundang gelak tawa yang tak henti-henti sampai sekarang.
Menariknya lagi, menurut mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua, baru di era KPK Jilid IV ini niat jahat dipakai untuk menilai sebuah kasus.
Beberapa bulan yang lalu, KPK berencana mengumumkan final check kasus RSSW. Kok yang dipakai “final check” ya. Kalau di film-film judul yang judulnya pakai “final” seperti “Final Cut”. “Final Decision”, “Final Destination”, dll biasanya seru dan menegangkan. Tapi, “final” ala KPK ini bukannya bikin tegang malah bikin ngakak.
Sementara itu, perilaku pimpinan KPK terkait kasus SW ini terus mendapat sorotan publik. Dalam kasus SW ini, pernyataan para pimpinan KPK Jilid IV ini lebih terkesan sebagai pengacara Ahok.
Lihat saja pernyataan Saut Situmorang usai menjadi pembicara diskusi antikorupsi di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu 27 April 2016. Kata Saut, kalau ada kesalahan prosedur mulai dari urutannya, terburu-buru dan tak masuk APBD, harusnya melalui Musrenbang dan sebagainya, dan KPK tak bisa masuk ke masalah itu..
Kasus SW yang sekarang ditangani oleh KPK pimpinan Agus Rahardjo ini sebenarnya warisan dari KPK pimpinan Plt Taufiqurahman Ruki. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat setelah pada 6 Agustus 2015 KPK yang saat itu masih dipimpin Ruki meminta BPK melakukan audit investigasi.
Permintaan KPK kepada BPK ini diartikan kalau KPK melihat ada indikasi tipikor pada transaksi jual beli lahan RSSW. Untuk itu KPK telah melakukan tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Sambil menunggu kelarnya audit investigasi BPK, KPK melanjutkan pulbaket-nya. KPK melakukan pendalaman yang meliputi permintaan keterangan dari sejumlah pihak dan mencari dokumen.