Pola Komunikasi yang Tidak Efektif
Cara kita berkomunikasi memainkan peran krusial dalam eskalasi konflik. Pola komunikasi yang tidak efektif dapat mengubah masalah kecil menjadi perdebatan sengit. Seringkali, saat bertengkar, kita cenderung menggunakan bahasa yang menyalahkan, seperti "kamu selalu..." atau "kamu tidak pernah...". Pola ini disebut "komunikasi menyalahkan" dan membuat pasangan merasa diserang, bukan diajak berdiskusi.
Alih-alih menyelesaikan masalah, komunikasi menyalahkan justru memicu sikap defensif. Pasangan akan merasa perlu membela diri dan balik menyerang, sehingga diskusi berubah menjadi pertarungan ego. Topik asli dari konflik, seperti tutup pasta gigi, akan terlupakan, dan fokusnya beralih ke siapa yang lebih benar atau siapa yang lebih salah. Kurangnya kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dan berempati juga menjadi bensin dalam api pertengkaran.
Kebutuhan Emosional yang Tidak Terpenuhi
Di balik setiap konflik kecil, seringkali ada kebutuhan emosional yang lebih besar yang tidak terpenuhi. Misalnya, saat seseorang mengeluh tentang pasangan yang jarang membalas pesan, masalahnya mungkin bukan pada pesan itu sendiri. Masalahnya mungkin adalah rasa tidak aman dan kebutuhan akan validasi atau perhatian yang tidak terpenuhi. Perhatian yang kurang, rasa tidak dihargai, atau kurangnya waktu berkualitas bisa menjadi sumber ketidakpuasan yang besar dalam hubungan.
Saat kebutuhan ini diabaikan, kita cenderung mencari cara untuk mengungkapkannya secara tidak langsung melalui keluhan-keluhan kecil. Pasangan yang tidak sensitif terhadap kebutuhan emosional ini akan menganggap keluhan itu hanya sebagai kritik, bukan sebagai sinyal bahwa ada masalah yang lebih dalam. Hal ini akan terus berulang hingga akhirnya meledak dalam sebuah pertengkaran besar yang mungkin tidak relevan dengan akar masalah sebenarnya.