Diskusi tentang libur sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan menjadi topik hangat yang memicu pro dan kontra di masyarakat. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendiksasmen) Abdul Mu’ti menyatakan bahwa pemerintah saat ini masih menimbang berbagai masukan dan belum memutuskan kebijakan resmi terkait hal tersebut.
Dalam wawancara di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa terdapat tiga opsi utama yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah mengenai libur sekolah selama Ramadan.
Tiga Opsi Libur Sekolah Selama Ramadan
-
Libur Sebulan Penuh
Opsi pertama yang banyak diusulkan adalah memberikan libur sekolah selama bulan Ramadan secara penuh. Selama libur ini, siswa diharapkan tetap aktif mengikuti kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti pengajian, pesantren kilat, atau aktivitas lainnya yang relevan dengan nilai-nilai Ramadan.
Opsi ini mendapat dukungan dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa libur penuh selama Ramadan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih fokus memperdalam ibadah dan nilai-nilai agama. Namun, ada pula kritik yang menyoroti potensi kehilangan waktu belajar secara signifikan jika opsi ini diterapkan.
-
Libur di Awal dan Akhir Ramadan
Opsi kedua yang dipertimbangkan adalah memberikan libur di awal Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Misalnya, siswa mendapatkan libur tiga hari di awal Ramadan untuk beradaptasi dengan suasana puasa, kemudian kembali bersekolah, dan libur lagi dua atau tiga hari sebelum Idul Fitri hingga selesai rangkaian perayaan.
Pendekatan ini dianggap sebagai kompromi yang seimbang antara menjaga kelangsungan proses belajar-mengajar dan memberikan waktu bagi siswa untuk beribadah serta merayakan hari raya bersama keluarga. Saat ini, model libur di akhir Ramadan hingga selesai perayaan Idul Fitri sudah diterapkan di sebagian besar sekolah.
-
Masuk Penuh Selama Ramadan
Opsi ketiga adalah melanjutkan kebijakan yang ada saat ini, di mana siswa tetap masuk sekolah seperti biasa sepanjang bulan Ramadan. Beberapa pihak berpendapat bahwa opsi ini mempertahankan stabilitas jadwal akademik dan mengurangi potensi gangguan terhadap kurikulum.
Namun, opsi ini juga memiliki tantangan, terutama dalam menjaga konsentrasi siswa yang sedang berpuasa dan menyesuaikan beban belajar dengan kondisi fisik mereka selama Ramadan.