Selanjutnya, teknologi juga membawa beragam hiburan yang bisa mengalihkan perhatian murid. Game, sosial media, dan konten multimedia lainnya menjadi lebih menarik dibandingkan dengan pelajaran di sekolah. Mereka cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di platform-platform ini, mengurangi waktu yang seharusnya dihabiskan untuk belajar. Hal ini menyebabkan penurunan ketertarikan mereka terhadap pendidikan formal dan mendorong mereka untuk mencari cara-cara belajar yang lebih "menyenangkan" daripada mengikuti kurikulum yang telah ditetapkan di sekolah.
Selain itu, tekanan akademis yang semakin meningkat juga berpengaruh terhadap minat belajar murid. Dengan adanya ujian-ujian yang ketat dan penilaian yang sering kali berfokus pada angka, murid merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang tidak realistis. Ini membuat mereka cenderung belajar untuk mendapatkan nilai tinggi, bukan untuk memahami materi atau menemukan minat yang sebenarnya. Dalam hal ini, pendidikan seharusnya memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi minat pribadi mereka, namun sering kali hal ini diabaikan karena dominasi kurikulum yang kaku.
Di sisi lain, kurangnya pendekatan kreatif dan inovatif dalam pengajaran juga dapat dianggap sebagai penyebab menurunnya minat belajar. Banyak sekolah yang masih menerapkan metode pengajaran konvensional yang tidak menarik bagi murid. Apabila pengajaran tidak melibatkan elemen interaktif atau pengalaman praktis, murid akan merasa kurang terlibat dan cenderung tidak berminat untuk belajar lebih jauh.