Tampang.com | Kebijakan ini mendapat kritik dari berbagai kalangan. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyoroti perlunya pendekatan berbasis data. Ia mengingatkan pentingnya membedakan antara pendidikan karakter dan pendidikan militer. “Anak-anak remaja ini adalah warga sipil, bukan tentara. Pendidikan karakter mestinya cukup dilakukan tanpa harus pelatihan fisik militer,” kata Iman.
P2G juga mengingatkan bahwa anak yang melakukan tindak pidana seharusnya ditangani oleh lembaga pembinaan anak seperti LPKA atau LPKS, bukan langsung dikirim ke barak militer.
Kekhawatiran: Munculnya Geng Baru hingga Potensi Pelanggaran Hak Anak
Selain pendekatan yang dipertanyakan, ada pula kekhawatiran bahwa program ini bisa menimbulkan efek sosial baru. “Bisa jadi nanti malah muncul geng baru hasil dari barak,” ujar Iman. Ia menyarankan solusi lain, seperti membangun sekolah militer berasrama yang didanai pemerintah provinsi dengan kurikulum khusus, bukan dengan mengasingkan siswa begitu saja dari lingkungan sekolah umum.