Setiap hari, kita dihadapkan pada rentetan pilihan yang tak terhitung jumlahnya. Mulai dari hal sepele seperti memilih baju, menu sarapan, sampai keputusan besar di pekerjaan atau kehidupan pribadi. Tanpa kita sadari, setiap pilihan ini menguras energi mental. Lama-kelamaan, kita bisa merasa lelah, stres, dan bahkan membuat keputusan yang buruk. Fenomena ini dikenal sebagai Decision Fatigue atau kelelahan pengambilan keputusan. Ini bukan sekadar rasa malas, tapi kondisi psikologis nyata yang memengaruhi kualitas penilaian dan kontrol diri.
Mengenal Lebih Dekat Decision Fatigue
Decision Fatigue terjadi ketika seseorang membuat terlalu banyak keputusan dalam satu periode waktu. Mirip seperti otot yang kelelahan setelah berolahraga berat, otak kita pun bisa "lelah" jika dipaksa bekerja terlalu keras untuk memilih. Akibatnya, kemampuan kita untuk membuat keputusan yang rasional dan berkualitas akan menurun. Kita jadi lebih rentan terhadap impuls, cenderung menunda, atau justru membuat pilihan yang berlawanan dengan kepentingan terbaik kita sendiri.
Penelitian psikologi, termasuk studi klasik tentang hakim yang cenderung memberikan putusan lebih keras menjelang istirahat makan siang, menunjukkan bagaimana decision fatigue memengaruhi penilaian. Energi mental yang terbatas membuat kita mencari jalan pintas: entah itu memilih opsi default, membuat keputusan impulsif, atau menunda keputusan sama sekali. Ini bukan masalah kecerdasan, tapi lebih pada keterbatasan sumber daya kognitif kita.
Tanda-tanda Terkena Decision Fatigue
Bagaimana mengenali decision fatigue dalam keseharian? Ada beberapa tanda yang bisa kita perhatikan: