Tanggal 22 Juni 2025 mendatang menjadi tonggak penting bagi Tesla. Perusahaan rintisan Elon Musk itu berencana menguji coba layanan taksi tanpa sopir (robotaxi) secara komersial di kota Austin, Texas. Namun, alih-alih disambut dengan antusiasme, pengumuman ini justru memicu gelombang protes besar-besaran dari masyarakat lokal.
Demo yang berlangsung sejak pekan lalu memperlihatkan kekhawatiran publik terhadap keberadaan teknologi kendaraan otonom penuh, khususnya dalam hal keamanan sistem dan dampaknya terhadap lapangan pekerjaan. Sejumlah kelompok aktivis dan warga menilai kehadiran robotaxi Tesla berpotensi menghilangkan mata pencaharian sopir online dan membawa risiko besar di jalanan.
Tak Sekadar Protes Teknologi, Tapi Juga Ketidakpercayaan pada Musk
Aksi penolakan yang terjadi di pusat kota Austin pada Kamis, 12 Juni 2025 lalu, bukan hanya tentang teknologi robotaxi. Banyak peserta unjuk rasa juga mengungkapkan ketidaksenangan terhadap Elon Musk secara pribadi, terutama karena kedekatannya dengan Presiden AS Donald Trump. Meskipun hubungan keduanya sempat memburuk, warga tetap skeptis terhadap keterlibatan Musk dalam kebijakan publik.
Gabungan beberapa kelompok seperti The Dawn Project, Tesla Takedown, dan Resist Austin, menyuarakan penolakan mereka secara terbuka. Mereka mengkritik tajam sistem kemudi otomatis Tesla yang dianggap belum siap digunakan secara luas karena masih memiliki banyak kelemahan, terutama dalam versi 'Full Self-Driving' (FSD) yang dipasarkan sebagai fitur premium oleh Tesla.
Autopilot dan FSD: Teknologi yang Masih Belum Aman
Tesla saat ini menawarkan dua paket bantuan pengemudian: Autopilot standar dan Full Self-Driving (FSD). Sistem FSD digadang-gadang mampu menangani kemudi, parkir, dan menjaga jalur kendaraan tanpa campur tangan manusia. Namun, menurut catatan dari Lembaga Keselamatan Transportasi Jalan Raya Nasional (NHTSA), sistem ini telah terlibat dalam banyak kecelakaan, bahkan beberapa yang berujung fatal.