Bangunan seperti candi atau petirtaan kadang kala berfungsi sebagai makam atau tempat penyimpanan abu jenazah para raja. Candi Prambanan misalnya, memiliki sisa-sisa abu Raja Balitung dari Mataram Kuno di area kompleksnya. Makam-makam para tokoh penting pada masa ini sering kali tidak mudah dikenali secara fisik sebagai kuburan, tetapi lebih sebagai kompleks percandian yang di dalamnya terdapat arca atau relief yang menggambarkan sosok yang meninggal. Konsep-konsep keagamaan dari India berpadu dengan tradisi lokal yang telah ada.
Perkembangan Makam Islam: Nisan dan Pengaruh Lokal
Masuknya Islam membawa perubahan fundamental pada bentuk makam di Indonesia. Ajaran Islam memiliki ketentuan yang jelas tentang penguburan jenazah, yaitu dengan menguburnya di dalam tanah. Namun, bentuk makam di Indonesia tidak serta merta sama dengan di Timur Tengah. Justru terjadi akulturasi yang unik.
Ciri khas makam Islam di Indonesia adalah adanya nisan, yaitu batu atau kayu yang dipancangkan di atas makam sebagai penanda. Bentuk nisan ini sangat bervariasi, menunjukkan pengaruh dari berbagai daerah. Nisan di pesisir utara Jawa, misalnya, seringkali terbuat dari batu andesit dengan ukiran kaligrafi yang indah, seperti yang terlihat pada makam-makam wali. Di Sumatera, nisan dari batu karang sering ditemukan.
Selain nisan, yang paling menarik adalah bangunan cungkup atau kubah yang seringkali dibangun di atas makam tokoh-tokoh penting, seperti ulama, sultan, atau tokoh masyarakat. Bangunan-bangunan ini, seperti yang terdapat di kompleks makam Sunan Gunung Jati atau makam Sultan Agung, menunjukkan pengaruh budaya pra-Islam yang masih menganggap makam sebagai tempat yang sakral dan harus diberi perlindungan. Bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung, tetapi juga sebagai tempat ziarah dan perenungan. Perpaduan antara ajaran Islam tentang kesederhanaan dan tradisi lokal tentang penghormatan makam menciptakan arsitektur makam yang khas.