Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa Indonesia sering kali menjadi sasaran kampanye hitam atau black campaign terkait pengelolaan program hilirisasi nikel dalam negeri yang disebut sebagai 'dirty nickel'. Dirty nickel merujuk pada pengelolaan nikel yang dianggap tidak memperhatikan aspek tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG) yang baik.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menyatakan bahwa tuduhan melalui black campaign terhadap Indonesia terkait pengelolaan nikel telah muncul karena banyak perusahaan nikel dunia yang kini menghentikan operasinya. Bahkan, jika dijumlahkan, total kapasitas produksi nikel perusahaan yang tutup mencapai 400 ribu ton.
Di sisi lain, Indonesia dianggap berhasil dalam pengelolaan nikel dengan baik, salah satunya melalui program hilirisasi nikel berkelanjutan. Hal ini terbukti dengan adanya kemajuan dalam bidang hilirisasi nikel di Indonesia, sementara banyak perusahaan nikel di luar negeri mengalami kesulitan.