Menurut Bahlil, keterlibatan perbankan luar negeri dalam memberikan kredit memiliki sejumlah persyaratan, di antaranya adalah hasil transaksi harus dimasukkan ke dalam rekening bank yang memberikan pinjaman. Selain itu, hasil transaksi tersebut akan dipotong oleh utang pokok dan bunga yang mencapai 60% dari keuntungan, sehingga sebagian besar dana akan kembali ke bank luar negeri yang memberikan pinjaman kepada industri.
Bahlil juga menyoroti bahwa hanya sebagian kecil, yakni 30%, dari keuntungan tersebut yang tersisa di Indonesia untuk keperluan operasional, sedangkan 10% merupakan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana cara agar lebih banyak dana dapat dikembalikan ke dalam negeri.
Dalam upayanya untuk meminimalisir ketergantungan terhadap perbankan luar negeri, Bahlil mengusulkan agar semua investasi terkait dengan hilirisasi industri pertambangan seluruhnya dibiayai oleh bank dalam negeri. Ia menekankan khususnya peran himpunan bank negara (Himbara) sebagai salah satu langkah penting untuk memastikan bahwa dana investasi tersebut kembali ke dalam negeri.
Permasalahan kontrol dan kepemilikan industri hilirisasi nikel yang masih didominasi oleh asing menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kontrol dan kepemilikan dalam industri tersebut, diperlukan kebijakan yang mampu memperkuat posisi industri dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada modal asing.