Di sisi lain, kebijakan ini juga harus memperhitungkan keberadaan pelaku usaha berskala mikro, seperti warung kopi, penyanyi lokal yang tampil di acara-acara desa, hingga musisi yang tampil di panggung kecil. Riefky mengingatkan bahwa penting untuk tidak membebani pelaku usaha kecil yang juga memiliki kontribusi dalam mempromosikan karya musik. “Kita perlu mencermati siapa saja yang diwajibkan membayar royalti dan berapa besarannya, terutama untuk usaha kecil,” tuturnya.
Lebih lanjut, Riefky mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengundang ekosistem industri musik, termasuk penyedia layanan streaming, untuk berinteraksi dan berdiskusi. Dialog ini bertujuan untuk menemukan model pengelolaan royalti yang adil, transparan, dan tidak merugikan pihak manapun. Ia berharap upaya ini dapat menciptakan sebuah sistem yang melindungi hak musisi dan menjaga kenyamanan pelaku usaha.
Kementerian Hukum (Kemenkum) juga menekankan bahwa beban royalti musik akan ditujukan kepada pencipta karya dan bukan sebagai pajak atau cukai yang dikumpulkan oleh negara. “Kami ingin menegaskan bahwa royalti adalah hak bagi pencipta, bukan untuk negara. Oleh karena itu, itu adalah milik pencipta karya itu sendiri,” tegas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Widodo.