Tidak hanya menara, terdapat juga ornamen-ornamen lainnya di Masjid Menara Kudus yang mencerminkan akulturasi budaya. Relief-relief yang dipahat pada dinding masjid mengisahkan tema-tema yang akrab bagi masyarakat Hindu, sehingga masjid ini menjadi lebih dapat diterima oleh penduduk setempat. Nilai-nilai lokal inilah yang menjadikan Masjid Menara Kudus unik dan berbeda dari masjid masjid lainnya di Indonesia, yang secara umum mengikuti arsitektur Islam yang lebih konvensional.
Peran Walisongo dalam penyebaran Islam juga sangat penting dalam konteks ini. Mereka tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga melakukan dialog dengan budaya lokal agar ajaran tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Proses akulturasi ini jelas terlihat dalam bentuk Masjid Menara Kudus yang berdiri megah di tengah masyarakat Kudus dan sekitarnya. Ketika masyarakat Hindu melihat bahwa ajaran baru ini menghargai budaya mereka, mereka pun lebih terbuka untuk menerima Islam.
Selama berabad-abad, Masjid Menara Kudus telah menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat. Setiap tahun, masjid ini mengadakan perayaan-perayaan yang melibatkan masyarakat luas, sehingga berfungsi tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat komunitas. Tradisi-tradisi yang diadakan di sekitar masjid mencerminkan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu, yang menjadi kekayaan budaya daerah Kudus.