Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah babak kelam yang dipenuhi penderitaan, eksploitasi, dan perampasan hak. Tidak ada yang bisa menampik bahwa penjajahan Belanda selama berabad-abad dan pendudukan Jepang yang singkat namun brutal meninggalkan luka mendalam bagi bangsa ini. Namun, dalam tragedi itu, sejarawan dan sosiolog juga menemukan bahwa ada beberapa hal yang tanpa disadari turut membentuk dan mempercepat proses kelahiran Indonesia sebagai sebuah negara. Hal-hal ini muncul bukan karena kebaikan hati penjajah, melainkan sebagai efek samping dari kebijakan yang dibuat untuk kepentingan mereka sendiri. Memahami dampak-dampak ini membantu kita melihat kompleksitas sejarah dengan sudut pandang yang lebih utuh.
Warisan Infrastruktur dan Sistem Administrasi
Salah satu warisan paling nyata dari era kolonial Belanda adalah infrastruktur yang masih kita gunakan hingga kini. Demi mempermudah pengangkutan hasil bumi dan kepentingan militer, Belanda membangun jalan, rel kereta api, dan pelabuhan yang menghubungkan berbagai wilayah di nusantara. Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang membentang dari Anyer hingga Panarukan, misalnya, adalah sebuah proyek raksasa yang tidak hanya memperlancar mobilitas, tetapi juga secara tidak langsung mulai menyatukan masyarakat dari berbagai suku dan budaya.
Selain infrastruktur fisik, Belanda juga memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang terstruktur. Meskipun sistem ini pada awalnya dirancang untuk memudahkan eksploitasi, fondasi-fondasi seperti sistem hukum, lembaga pemerintahan, dan administrasi sipil pada akhirnya menjadi kerangka awal bagi pemerintahan Indonesia merdeka. Para pemuda pribumi yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah kolonial kemudian menjadi birokrat dan pemimpin yang memahami cara kerja sistem ini, dan memanfaatkan pengetahuan itu untuk mengelola negara sendiri setelah kemerdekaan.