Ketergantungan pada impor minyak disebabkan oleh beberapa faktor. Kapasitas kilang minyak di dalam negeri belum mampu mengolah seluruh kebutuhan minyak mentah menjadi produk jadi. Selain itu, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor, permintaan akan bahan bakar terus melonjak. Situasi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang rentan terhadap volatilitas harga minyak dunia. Setiap kenaikan harga minyak global akan berdampak langsung pada harga bahan bakar di dalam negeri, yang pada akhirnya memengaruhi inflasi dan daya beli masyarakat.
Bahan Baku Plastik dan Kimia Organik
Industri pengolahan di Indonesia sangat bergantung pada bahan baku plastik dan kimia organik. Kategori impor ini mencakup polimer ethylene, propylene, hingga berbagai jenis bahan kimia dasar untuk industri tekstil, makanan dan minuman, serta farmasi. Industri-industri ini menjadi tulang punggung perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.
Tingginya impor bahan baku ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu menghasilkan sendiri bahan baku yang memadai untuk memenuhi permintaan industri hilir. Meskipun upaya untuk mengembangkan industri petrokimia nasional terus dilakukan, realisasinya membutuhkan investasi besar dan waktu yang panjang. Ketergantungan ini menempatkan industri domestik pada posisi yang kurang kompetitif dibandingkan negara-negara yang memiliki pasokan bahan baku yang lebih stabil dan murah.
Kendaraan dan Suku Cadang: Pasar Otomotif yang Besar
Sebagai negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang pesat, Indonesia memiliki pasar kendaraan dan suku cadang yang sangat besar. Impor di sektor ini tidak hanya mencakup mobil atau motor utuh, tetapi juga komponen-komponen penting yang digunakan dalam perakitan kendaraan di dalam negeri. Industri otomotif di Indonesia memang kuat dalam perakitan, namun banyak dari suku cadang utamanya, seperti mesin dan transmisi, masih harus didatangkan dari luar negeri.