Janoe menjelaskan bahwa fokus utama pembinaan adalah melatih peserta menemukan insight kuat tentang perilaku Gen Z, kemudian mengubahnya menjadi kampanye kreatif yang bisa diaplikasikan di berbagai platform media. “Jadi teman-teman peserta dilatih untuk benar-benar menyelami pola pikir Gen Z, lalu mengeksekusi ide itu secara relevan, baik di media sosial maupun media komunikasi lainnya,” katanya.
Tak hanya diarahkan menjadi tenaga kerja, peserta juga didorong untuk memiliki jiwa wirausaha di bidang komunikasi dan pemasaran. Janoe menambahkan, gagasan yang lahir dari peserta Advertising Camp tidak berhenti begitu saja. Ide-ide segar tersebut akan ditampung dan bisa digunakan oleh Kemenekraf bila sewaktu-waktu dibutuhkan dalam merancang kampanye kreatif maupun komunikasi digital yang lebih luas.
Sementara itu, Direktur Periklanan Kemenekraf, Selliane Ishak, menuturkan bahwa tahun ini ada sekitar 100 mahasiswa dari berbagai kota yang mendaftar, namun hanya 50 orang yang terpilih mengikuti program intensif Advertising Camp. Mereka datang dari berbagai daerah, termasuk Malang, Jakarta, hingga Sumatera Barat, mencerminkan semangat kolaborasi lintas kota dalam memajukan dunia periklanan Indonesia.
Selli menjelaskan bahwa ada lima aspek utama yang menjadi kriteria penilaian dalam Advertising Camp, yaitu kekuatan ide secara keseluruhan, kejelasan pesan utama atau key message, strategi pemasaran yang ditawarkan, kualitas sampel iklan yang dibuat, serta dampak atau impact kampanye terhadap target pasar. “Melalui pembinaan ini, kita ingin mendorong anak-anak muda menjadi profesional yang tidak hanya paham teori, tapi juga bisa memberikan solusi kreatif yang berdampak nyata,” ungkapnya.