Terlepas dari serangan udara, Gaza juga menghadapi kondisi buruk lainnya, termasuk hujan musim dingin yang lebat, kelaparan, dan permusuhan yang terus berlangsung yang membahayakan nyawa. Pejabat Senior Darurat UNRWA, Louise Wateridge, menyebutkan bahwa Gaza telah menjadi "kuburan" bagi lebih dari dua juta penduduknya. Kondisi di Gaza semakin memburuk karena mayoritas orang tinggal di bangunan yang rusak atau hancur, serta kekurangan tempat untuk berlindung.
UNRWA memberikan bantuan kepada hampir enam juta pengungsi Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, Yordania, Lebanon, dan Suriah. Namun, pada bulan Oktober, politisi Israel meloloskan undang-undang yang melarang UNRWA beroperasi di Israel dan Yerusalem Timur yang diduduki serta meningkatkan prospek tindakan serupa terhadap badan-badan bantuan lainnya.
Dalam respons terhadap larangan Israel, Swedia mengumumkan rencana untuk menghentikan pendanaan UNRWA tapi berjanji untuk meningkatkan bantuannya ke Gaza melalui kelompok lain. Keputusan tersebut dikecam oleh Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, yang menyebutnya sebagai kekecewaan bagi para pengungsi Palestina.
Majelis Umum PBB juga mengambil langkah dengan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memberikan pendapat penasehat mengenai tanggung jawab Israel dalam mengizinkan pekerjaan bantuan PBB dan organisasi internasional di wilayah Palestina. Langkah-langkah sementara ini merupakan bagian dari kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.