2. Perubahan dalam Struktur Organisasi
a. Desentralisasi: Setelah kehilangan kendali wilayah yang signifikan, ISIS beralih dari struktur pusat yang terpusat ke struktur yang lebih terdesentralisasi. Ini melibatkan pembentukan kelompok-kelompok kecil yang otonom yang terhubung secara longgar dengan pimpinan pusat. Desentralisasi ini memungkinkan kelompok tersebut untuk beroperasi lebih independen dan sulit dilacak oleh pihak berwenang.
b. Penggunaan Jaringan Sel: ISIS kini mengandalkan jaringan sel tidur dan individu-individu radikal untuk melaksanakan serangan. Ini membuat mereka lebih sulit untuk dipantau dan diidentifikasi oleh aparat keamanan. Jaringan ini sering kali beroperasi di negara-negara dengan keamanan yang lebih lemah atau di tempat-tempat dengan komunitas yang terisolasi.
3. Adaptasi terhadap Teknologi
a. Propaganda Digital: ISIS telah memanfaatkan media sosial dan teknologi internet untuk menyebarluaskan propaganda dan merekrut anggota baru. Mereka menggunakan platform-platform seperti Telegram, Twitter, dan YouTube untuk mengedarkan video-video ekstremis dan materi propaganda. Perubahan dalam algoritma media sosial dan tindakan moderasi konten oleh platform-platform tersebut telah memaksa ISIS untuk beradaptasi dengan cara yang lebih tersembunyi dan terdesentralisasi dalam menyebarkan pesan mereka.
b. Penggunaan Enkripsi: Untuk menghindari deteksi, ISIS kini lebih banyak menggunakan aplikasi enkripsi dan komunikasi yang aman. Ini termasuk penggunaan aplikasi pesan terenkripsi dan layanan VPN untuk menyembunyikan aktivitas mereka dari pengawasan intelijen.
4. Strategi Penggalangan Dana
a. Pendanaan Melalui Kriminalitas: ISIS telah beralih dari pendanaan melalui kontrol wilayah dan penguasaan sumber daya alam ke metode pendanaan yang lebih tersembunyi dan ilegal. Ini termasuk kegiatan kriminal seperti penyelundupan, pemerasan, dan pencurian. Mereka juga memanfaatkan donasi dari simpatisan di seluruh dunia untuk mendanai kegiatan mereka.