Tampang.com – Institut Teknologi Kalimantan (ITK) mendapat teguran. Penyebabnya akreditasi kampus yang berdiri sejak 2014 itu belum terdaftar di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Patdono Suwignjo mengaku sudah melayangkan surat teguran pada pihak kampus di Balikpapan Utara itu. Kelalaian yang dilakukan perguruan tinggi tersebut masuk dalam kategori pelanggaran dan sangat merugikan para lulusannya.
Bahkan, kampus tersebut dikatakan telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. “Karena kelalaian dan pelanggaran itu, merugikan mahasiswa. Kalau begini kan kasihan mahasiswanya,” ungkapnya. Patdono menuturkan, saat ini Kemenristekdikti tengah sibuk mencari solusi mengatasi masalah tersebut. Diakui, pihaknya sudah memanggil beberapa rektor perguruan tinggi negeri (PTN) untuk memecahkan masalah akreditasi ini. “Karena data yang kami pegang masih ada ribuan program studi di PTN maupun perguruan tinggi swasta (PTS) belum terakreditasi,” bebernya Selasa (31/10).
Dia tak memungkiri, masalah akreditasi menyebabkan beberapa lulusan PTN maupun PTS tidak bisa mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan melamar pekerjaan di beberapa perusahaan swasta. “Sebenarnya, Kemenristekdikti tidak mengatur akreditasi ijazah dalam proses pendaftaran CPNS. Karena itu dibuat oleh KemenPAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara. Tapi, kalau Kemenristekdikti boleh berpendapat, aturan itu tampaknya kurang tepat. Harusnya ada kebijakan tersendiri untuk masalah akreditasi ijazah,” ujar Patdono.
Dikonfirmasi terpisah, anggota Majelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Mansyur Ramli membenarkan maraknya kasus ijazah yang diterbitkan perguruan tinggi tidak terakreditasi adalah kesalahan dari kampus setempat. Dia menegaskan, jika perguruan tinggi memiliki prodi yang tidak atau belum terakreditasi, sebaiknya jangan dulu mengeluarkan ijazah. Karena jika tetap mengeluarkan, kata Mansyur, ijazah tersebut bisa dikatakan ilegal alias tidak sah.
“Ijazah itu yang mengeluarkan memang perguruan tinggi. Tapi jika program studi yang ada ternyata tidak atau belum atau sedang proses akreditasi, maka seharusnya tidak sah. Jika ada kondisi seperti ini, maka perguruan tinggilah yang harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Dia menyebut, hingga kini dari 23 ribu program studi (prodi) yang tercatat di BAN-PT, hanya 19 ribuan yang terakreditasi. “Jadi sisanya sekitar 4 ribuan prodi belum atau tidak terakreditasi. Dari 4 ribuan prodi ini yang masih dalam proses pengurusan akreditasi tidak sampai 1.000,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X, DPR RI, Ferdiansyah mengungkapkan, masalah ini sudah menjadi kegelisahan di masyarakat. “Kami sudah menyampaikan kegelisahan itu kepada Kemenristekdikti supaya dicarikan jalan keluar. Tapi sudah setahun kami kasih saran, enggak ada respons,” ucap Ferdi.
Dia menjelaskan, soal akreditasi itu bukan masalah baru. Sudah terjadi ketika Menristekdikti Mohamad Nasir baru menjabat. Namun, hingga kini belum ada solusi. Pada akhirnya menimbulkan kekecewaan bagi komisi yang membidangi pendidikan, pariwisata, kebudayaan, dan olahraga itu.
“Misalkan program studi di PTN maupun PTS sedang memproses akreditasi. Ketika lulus, tetap bisa mendaftar CPNS. Kecuali jika belum sama sekali diakreditasi. Kami sudah coba kasih jalan keluar seperti itu,” tuturnya.
BANTAH TANPA AKREDITASI
Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Akademik dan Perencanaan ITK Imam Safi’i membantah kampusnya tidak memiliki akreditasi. Meski, dalam penelusuran Kaltim Post hingga kemarin (1/11) nama ITK sama sekali tidak terdaftar di direktori hasil akreditasi institusi BAN-PT. Termasuk 10 prodi yang dimiliki ITK.
Menurut Imam, semua perguruan tinggi yang dibentuk oleh pemerintah dan bersumber dari APBN memiliki akreditasi yang melekat. ITK berdiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2014 tentang Pendirian ITK. Ditetapkan di Jakarta, 6 Oktober 2014. Bersama dengan 10 perguruan tinggi lain oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu.
“Akreditasi paling minimal. Meski di dalam SK (surat keputusan) tidak disebutkan predikatnya apa. Namun jika merujuk tingkat akreditasi, A, B, dan C, maka bisa ditafsirkan akreditasi tersebut C (akreditasi terendah),” kata Imam saat ditemui di kampus yang berlokasi di Karang Joang, Balikpapan Utara itu.
ITK tidak terlalu khawatir dengan predikat C. Namun proses reakreditasi tetap dilakukan. Mengingat tahun ini disebutnya akreditasi ITK akan berakhir. Pembaruan data setiap dua tahun sekali dilakukan. September lalu, Prof Budi Santosa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membantu pihaknya. Budi merupakan asesor dari BAN-PT.
“Kami memperoleh bimbingan dan pendampingan langsung selama dua bulan dari Prof Budi. Mengenai reakreditasi yang sudah kami upload berkasnya. Kami tunggu hasilnya hingga akhir tahun ini,” ucapnya.
Imam mengatakan, kampus yang sempat menggelar perkuliahan di ITS pada 2012–2014 itu telah meluluskan 125 mahasiswa. “Sejauh ini, kami tidak pernah menerima keluhan adanya lulusan ITK sulit bekerja karena masalah ijazah. Bahkan, kami yakin, 90 persen lulusan cepat menerima pekerjaan,” klaimnya.
Apalagi, kata Imam, ITK bukan kampus yang mencetak lulusan untuk jadi CPNS. Melainkan lulusan yang bisa berwirausaha. Jadi salah jika ada calon mahasiswa yang mau ke ITK hanya untuk jadi CPNS. “Konyol menurut saya. Para calon mahasiswa juga harus paham, prodi di ITK itu dibuat bukan untuk jadi PNS,” tegasnya.
Meski masih terakreditasi C, Imam menjelaskan, ITK sudah tersohor. Bahkan dalam penerimaan mahasiswa baru tahun ini, pihaknya menerima 800 mahasiswa. Dengan skala 1:10 untuk pendaftar.
Artinya, ada 8 ribu orang yang mendaftar di kampus berlambang burung enggang itu. Karena itu, ada kekhawatiran tersendiri ketika ITK naik akreditasi. Maka, pelamar akan lebih membeludak. Pasalnya, baru ada dua gedung yang bisa dipakai. Dengan jumlah dosen dan staf yang hanya 100 orang.
DALAM pendaftaran CPNS, akreditasi PTS dan PTN maupun prodi menjadi syarat paling penting yang harus diketahui para calon pelamar. Namun, hal ini kadang kurang diperhatikan. Akibatnya, para pelamar seleksi CPNS banyak yang gugur di tahap awal.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur KemenPAN-RB Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, akreditasi merupakan syarat mutlak. Meski perguruan tinggi setempat sudah mengeluarkan surat keterangan atau lampiran yang menjelaskan bahwa perguruan tinggi tersebut dalam proses akreditasi ulang (reakreditasi), tetap tidak bisa.
“Kalau seperti itu (reakreditasi) tetap tidak bisa. Karena panitia instansi pasti berpegang pada dokumen asli,” terang Setiawan saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (31/10).
Menurut dia, ini harus menjadi perhatian para perguruan tinggi agar ke depannya tidak membebani para lulusannya. Mengingat, setiap instansi yang membuka lowongan CPNS memiliki persyaratan yang mengutamakan akreditasi perguruan tinggi.
“Jadi kalau hanya surat keterangan yang menyatakan masih berproses akreditasi tetap tidak bisa. Karena syaratnya harus dokumen asli semua,” tegasnya.
Senada dengan Setiawan, kepala Sub Bagian (Kasubag) Hubungan Media dan Antar Lembaga Biro Humas BKN, Diah Eka Palupi, mengungkapkan, syarat akreditasi perguruan tinggi maupun prodi tidak bisa ditawar dan sudah menjadi aturan baku. “Bahkan, untuk posisi jabatan tertentu membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi, dan akreditasi perguruan tingginya harus A. Nah, syarat seperti ini salah satunya yang harus dipenuhi pelamar CPNS,” jelas Diah
Namun, jika kondisi akreditasi perguruan tinggi atau prodinya tidak ada atau dalam proses reakreditasi, sebaiknya para lulusan juga harus terus mendorong kampusnya agar mempercepat prosesnya. Dikatakan, jika pelamar memaksakan mendaftar CPNS dengan kondisi akreditasi yang belum selesai maka akan mengurangi nilai dalam tes seleksi penerimaan CPNS.
“Misalnya, kalau akreditasinya A tapi kepengurusannya belum selesai, maka tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat. Mereka mungkin bisa mendaftar CPNS, hanya saja nanti di tahap awal seleksi atau tes administrasi akan ter-screening kemudian tersingkir dengan sendirinya karena ada peserta lain yang lebih lengkap administrasinya. Kan sayang toh kalau begitu,” jelasnya.
Sebab itu, Diah pun mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena ini sudah menjadi aturan yang ditetapkan panitia seleksi nasional CPNS. “Kami hanya berharap mungkin hal ini bisa jadi pelajaran dan perhatian bagi perguruan tinggi dan Kemristekdikti. Sehingga, kasus seperti ini tidak lagi terulang di dalam penerimaan CPNS di tahun-tahun berikutnya,” ujar Diah.
Lebih jauh Diah menambahkan, pendaftaran CPNS terpusat secara online melalui website https://sscn.bkn.go.id. Pelamar harus melalui saringan awal yakni seleksi administrasi. Kemudian bagi yang lulus harus melewati seleksi kompetensi dasar (SKD) dengan sistem computer assisted test (CAT). “Saat ini sudah memasuki tahap seleksi kompetensi bidang (SKB) sesuai formasi masing-masing,” imbuh Diah.
Perguruan Tinggi di Indonesia
Provinsi Akreditasi
A B C
Aceh 1 7 21
Bali - 16 16
Banten 2 8 25
Bengkulu - 7 13
Jogjakarta 8 32 11
DKI Jakarta 10 47 43
Gorontalo 0 4 4
Jambi - 4 18
Jawa Barat 9 37 85
Jawa Tengah 8 56 46
Jawa Timur 13 75 158
Kalbar - 8 15
Kalsel - 9 24
Kalteng - 2 13
Kaltim 1 11 21
Kaltara - 1 1
Kepulauan Bangka Belitung - - 9
Kepulauan Riau - 4 17
Lampung 1 13 25
Maluku - 5 5
Maluku Utara - 2 6
Nusa Tenggara Barat - 5 17
Nusa Tenggara Timur - 9 10
Papua - 4 15
Papua Barat - 2 9
Riau - 10 30
Sulawesi Barat - - 9
Sulawesi Selatan 2 26 71
Sulawesi Tengah - 2 15
Sulawesi Tenggara - 1 23
Sulawesi Utara - 5 14
Sumatra Barat 2 15 25
Sumatra Selatan 1 11 37
Sumatra Utara 1 30 46
Sumber: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi 2017