Jepang saat ini tengah menghadapi situasi yang memprihatinkan terkait dengan peningkatan kasus batuk rejan atau yang biasa disebut pertusis. Dalam berbagai laporan terbaru, jumlah kasus yang teridentifikasi telah melampaui angka 43.728 pada tahun ini. Ini menunjukkan sebuah lonjakan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana tercatat hanya sekitar 4.000 kasus di tahun 2024 menurut data yang dilansir oleh lembaga penelitian kesehatan nasional Jepang, Kyodo, pada waktu yang sama.
Institut Keamanan Kesehatan Jepang juga memberikan informasi yang mencolok, dengan menyoroti bahwa dalam satu minggu terakhir, jumlah kasus yang dilaporkan oleh rumah sakit dan klinik telah mencapai titik tertinggi dalam sejarah pengamatan mereka. Pada pekan yang berakhir pada 6 Juli, jumlah kasus mencapai angka mencengangkan yaitu 3.578. Ini adalah jumlah mingguan tertinggi yang tercatat sejak survei pertusis dimulai pada tahun 2018, menunjukkan bahwa wabah ini membutuhkan perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah.
Batuk rejan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis, adalah penyakit saluran pernapasan yang sangat menular. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara tujuh hingga sepuluh hari, dimana seseorang yang terinfeksi dapat menularkannya kepada orang lain tanpa disadari. Salah satu hal yang menjadi perhatian besar adalah bahwa waktu pemulihan bagi pasien dapat mencapai dua hingga tiga bulan. Hal ini membuat pertusis bukan hanya menjadi sebuah penyakit biasa, tetapi dapat menimbulkan dampak yang serius bagi kesehatan individu.