Pada kasus tersebut, menurut Esta disebabkan oleh pola konsumsi pangan yang salah. Pola konsumsi masyarakat ekonomi menengah ini banyak dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan. ”Ini bisa kita atasi dengan memberikan informasi atau pendampingan,” katanya.
Lebih jauh Esta mengungkapkan, ketahanan pangan Indonesia banyak mengalami kebocoran. Akibatnya, gap ketersediaan pangan dan hasil produksi relatif tinggi. Data dari LIPI menyebutkan, hasil produksi beras pada tahun 2013 mencapai 70 juta Ton dengan ketersediaan pangan mencapai 40 juta Ton. Sementara pada tahun 2014 produksi beras kurang lebih 70 juta Ton, dengan ketersediaan beras kurang dari 40 juta Ton.
” Kebocoran pangan kita masih sangat tinggi. Salah satu faktor penyebabnya pada sarana pascapanen,” ujar Esta.
Menurut Esta, penyebab gap yang relatif tinggi antara produksi dan ketersediaan pangan karena minimnya upaya pemerintah daerah untuk memproduksi komoditas lain. Karena, data dari LIPI komoditas lokal tertinggi diproduksi hanya kelapa sawit, sementara yang lainnya tidak ada.
Esta mengungkapkan, rendahnya produksi lokal di daerah menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap beras. Tentu saja, faktor infrastruktur juga berkontribusi pada pemerataan pangan di Indonesia. " Untuk beras, gejolak harga cenderung tinggi di Indonesia Timur dan kepulauan. Hal ini mendorong diversifikasi pangan," jelas Esta.