Hal yang juga menjadi sorotan, lanjut dia, menurut informasi, Kompol Harun dipromosikan sebagai perwira menengah di Polda Metro Jaya, sebagaimana tertuang dalam surat telegram Kapolri pada 27 Oktober 2017. AKBP Roland Ronaldy juga disebut mendapat promosi. "Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Rikwanto pernah membenarkan adanya promosi dan mutasi terhadap mantan penyidik KPK itu," sebutnya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UIN) Jogjakarta Muzakir menjelaskan, mekanisme peminjaman penyidik Polri kepada KPK berdasar UU KPK. Dalam UU KPK disebutkan, penyidik KPK yang diamanatkan masuk dalam barisan KPK ditentukan dari Polri dan memiliki masa kerja sebagaimana ditentukan. Polri tak berwenang menarik sebelum masa kerja dinyatakan selesai. "Tidak ada istilah Polri menarik penyidik dari KPK sebelum masa kerjanya habis. KPK bisa memulangkan penyidik ke Polri tanpa menunggu masa kerja habis jika ditemukan indikasi pelanggaran," katanya.
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan menilai soal kasus dua penyidik KPK yang berasal dari Polri itu merupakan tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab. "Jadi kalau ada itu, kita biasanya, lebih pada posisi itu, kita mengatakan sebagai oknum. Oknum kan bisa dimana saja bisa. Bisa di aparat, bisa pula di pengadilan. Oknum ya. Sekarang konteks mengarah ke sana, menurut saya," ujarnya kemarin.
Taufik pun meminta kepada KPK dan Polri untuk mengambil langkah koordinatif untuk meluruskan berita yang simpang siur tersebut. "Sehingga apapun, perlu ada langkah koordinatif antara kepolisian dan KPK untuk meluruskan berita yang mungkin sempat simpang siur di masyarakat," jelasnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, internal KPK masih melakukan pemeriksaan untuk mendalami indikasi perusakan barbuk oleh mantan dua penyidik tersebut. Dia belum dapat memastikan, sanksi apa yang akan diberikan KPK terhadap Kompol Harun dan AKBP Roland jika terbukti bersalah. KPK masih fokus minta keterangan dari pihak lain guna mencari informasi tambahan.