Selain ras dan keturunan, faktor jenis kelamin juga turut berperan dalam risiko alergi. Menurut Andina, anak laki-laki cenderung memiliki antibodi immunoglobulin E yang lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Namun, kondisi ini dapat berubah ketika anak memasuki usia dewasa muda. Selain itu, usia anak juga memiliki pengaruh terhadap manifestasi reaksi alergi, bergantung pada usia tertentu di mana anak terpajan pada suatu alergen.
Berbicara mengenai faktor lingkungan, Andina menyatakan bahwa anak yang terpajan pada asap rokok atau menjadi perokok pasif memiliki kadar immunoglobulin E yang lebih tinggi, sehingga juga memiliki risiko alergi yang lebih tinggi. Selain asap rokok, asap polusi dari kendaraan dan industri juga memiliki kemungkinan besar untuk meningkatkan risiko alergi pada anak. Konsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan juga dapat meningkatkan kadar immunoglobulin E, berbeda dengan konsumsi buah dan sayuran yang cenderung menurunkan kadar immunoglobulin E pada anak.
Gejala alergi yang sering dialami oleh anak antara lain ruam merah, rasa gatal, bengkak pada sebagian tubuh, bersin, pilek, radang dan nyeri di area hidung, batuk, mengi, dan diare. Gejala alergi juga bisa berupa reaksi berat yang disebut anafilaksis, yang dapat mengakibatkan pembengkakan kelopak mata, penyempitan saluran napas, dan bahkan kematian jika tidak segera ditangani dengan cepat.